Rabu, 30 November 2011

Jika isi hati dibongkar


Betapa malu jika isi hati telah dibongkar. Ketika semua dusta, pengkhianatan, penipuan, kepura-puraan telah ditampakkan oleh Allah swt, dan kelak semua rahasia hati dan semua yang terpendam dalam dada diperlihatkan. Orang yang selama ini dianggap ustad, budiman, moralis, lebih bersih dari yang lain dll, ternyata penipu ulung  dan pendusta besar atau sebaliknya kita menganggapnya teroris, penjahat, penipu ternyata, dialah sebenarnya orang baik yang diselamatkan Allah karena kejujuran dan kepolosannya. Sekarang, kita memang bebas menipu, menilep, berdusta dengan dengan ucapan dan perbuatan baik, sebagaimana ada orang jujur yang tidak menampak-nampakkan kejujuran dan kebersihan hatinya sehingga dianggap bukan orang baik.
Dari sudut penampilan dan ucapan, tidak ada perbedaan antara penjahat ulung dengan orang yang baik-baik. Bahkan boleh jadi, penipu dan penjahat ulung penampilannya lebih meyakinkan daripada orang jujur tapi tidak mujur. Kedua-duanya dapat berkata dan berbuat baik. Sebagaimana seorang beriman dengan orang kafir dalam hal lahiriyahnya tidak tampak perbedaan. Si A bekerja serius karena cari perhatian orang lain sedang si B bekerja serius karena niat berusaha mencari ridha Allah swt.  Hanya Allah swt. yang paling mengerti rahasianya keduanya. Kita hanya melihat lahiriyahnya saja, penampilan luar dan ucapan-ucapannya. Oleh karena pertimbangan seperti di atas, maka sebenarnya manusia adalah makhluk yang sulit ditebak, ia dapat menjadi penjahat ulung atau kebalikannya dalam satu perbuatan. Maka nasihat ‘tidak bijaksana mengkur kualitas  seseorang hanya melalui unsur fisik-materialnya’ patut direnungkan.  
Dunia memang merupakan campuran emas, perak dan besi, sementara dalam pengadilan Allah swt nanti, emas tetap harus menjadi emas, perak tetap jadi perak dan besi tetap jadi besi. Di sini kita dapat memperlihatkan emas murni lalu berkata, ini adalah perak atau Loyang, demikian pula banyak orang memegang perak dan Loyang lalu berkata, ini adalah emas 24 karat. Dalam pandangan Tuhan emas tidak pernah menjadi perak dan Loyang dan sebaliknya. Bagi orang yang picik dan pendek pandangan atau seorang materialis pasti tertipu dalam menilai. 
Bagi seorang yang percaya (beriman) bahwa pasti  Allah akan memisahkan yang asli dari palsu, baik dari yang jahat, jujur dari fujur,[1] ia akan berusaha komitmen pada keaslian, kebaikan dan kejujuran.  Bagi mereka yang percaya, dengan kepercayaan yang pasti (mukmin), ayat 9-10 surat Al-‘Adiyat di bawah ini sangat mempengaruhi pola hidupnya, usahanya, kata-katanya, mencari nafkahnya, kejujuran hati nuraninya, karena ia sangat takut malu menjadi penipu di sisi Allah swt. Masih lebih ringan dianggap penipu oleh sesama manusia daripada menjadi penipu di hadapan Allah swt.
أفلا يعلم إذا بعثر ما في القبور وحصل ما في الصدور إن ربهم بهم يومئذ لخبير        

“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada”
Imam al-Qurthubi memaknai حصِّل   : dipisahkan antara amalan yang baik dari yang buruk.[2]  Ayat ini menegaskan bahwa di sisi Allah swt nanti semua kepalsuan dan ketidak palsuan akan dipisahkan kemudian dibalas sesuai dengan keadilan-Nya. Pembohong dan penipu akan dikelompokkan sendiri sebagaimana orang jujur dan amanah dikelompokkan tersendiri pula. Ketika itu, tidak ada lagi percampuran dan rekayasa. Semoga Allah swt memelihara diri kita dari kepalsuan yang tampak ‘menguntungkan’, dan menghindarkan kita dari kejujuran yang tidak mujur, amien- amien- amien//Zul



[1] Kejahatan dan ketidakjujuran
[2] Lihat Tafsir al-Qurthubi, al-Jamiu Liahkam al-Qur’an pada ayat 9-10 surat al-Adiyat

Minggu, 27 November 2011

Memintal Dusta

Menjalani kehidupan hari demi hari, sejatinya dapat semakin mematangkan, mendewasakan atau semakin mendekati kebenaran dalam peristilahan agama. Tentu aneh, jika usia dan pengalaman makin lama dan makin tua, namun tidak berimbang dengan kualitas hidup yang dihasilkan. Sebagaimana saat kita sekolah di semua jenjang, rentang perjalanan waktu menggiring kita mampu menghadapi kesulitan baru dan pelajaran baru pula demi prestasi yang ingin dicapai. Adalah kerugian dan kehinaan di hadapan sesama siswa, misalnya, jika kemampuan kita justru menurun bahkan semakin tumpul seiring pertambahan waktu. Itu dalam ruang kelas yang dibatasi oleh dinding tembok.
Hanya dengan merenungi hidup, diketahui untung atau rugikah kita?
Dalam dunia nyata atau kehidupan luar kelas, sebenarnya sama saja. Perputaran waktu seharusnya mengantar kita semakin arif dan bijaksana, istilah agama seharusnya semakin bertaqwa-lah, begitu. Namun fakta, sepertinya tidak. Semakin banyak uang,  rumah semakin bagus, kendaraan semakin mahal dan wah, pakaian dan makanan cukup mewah, mungkin iya. Bahkan harus meningkat. Dimensi fisik-material memang kitalah jagonya, tetapi dimensi ruhiyah sepertinya berbeda. Pakaian kita bersih tapi hati kotor, penampilan kita trendi tapi akal lusuh oleh dusta. Kita senyum tapi menyimpan dusta, kita sepertinya tegar namun kotoran jiwa merobohkan bangunan dan kepercayaan diri.
Dusta dan kebohongan itu, tidak tanggung-tanggung, sudah mencapai tingkat akut,  sistemik lagi. Tengoklah lingkungan tempat mencari nafkah, di kantor, pasar, sekolah, bahkan keluarga sekalipun. Bawahan misalnya, harus berdusta karena takut atasan, atasan berdusta karena untuk melindungi bawahan. Benar-benar menjadi lingkaran setan. Akhirnya dusta jadi jualan paling laris. Bahkan ada ungkapan bohong saja belum tentu dapat rejeki, apalagi jujur. Subhanallah!!! Setiap saat kita memintal dusta demi dusta, entah kapan berhenti.
Sisi lain, agama dapat dipahami dengan baik dan benar hanya bagi mereka yang jujur. Oleh karena itu, sangat mungkin ajaran agama akan semakin berseberangan dengan kehidupan, lantaran   dusta dan kebohongan. Amati dan rasakanlah nuansa kehidupan di lingkungan anda, rasa beragama dan komitmen bergama justru semakin rapuh. Bukan karena pendidikan agama dan pengetahuan agama kurang, bukan pula karena terpaksa harus mencukupi kebutuhan minimal kita sehingga harus berdusta. Hemat penulis dusta dan bohong dipicu oleh dua hal: pertama  lemahnya kalau malu berkata hilangnya keyakinan kepada pondasi-pondasi agama dan kedua kebutuhan hidup mewah dan persaingan secara material dengan teman, lebih-lebih tetangga, jauh atau dekat.
Kata memintal menurut kamus Bahasa Indonesia mengandung beberapa arti yaitu 1 memilin untuk membuat tali: orang itu ~ sabut kelapa untuk dibuattali; ~ tali ijuk; 2 mengantih (membuat benang): serabut itu di intal menjadi benang; alat untuk ~ benang sutera. Makna lugawi memintal tersebut kaitannya dengan dusta dapat dikemukakan bahwa jika melakukan dusta, lambat tapi pasti pintalan dusta itu semakin kokoh dan kuat. Pintalan-pintalan atau sulaman-sulaman dusta selanjutnya berubah menjadi jaring dan wadah sangat kuat dan pasti pelakunya akan terjerembab ke dalam jaring tersebut. Dusta telah menjadi karakternyalah, barangkali. Dalam posisi ini, sipelaku dusta sulit menghindari dusta, atau harus berdusta demi menutupi dusta sebelumnya, sementara kedustaannyapun pasti diketahui oleh orang lain dan tidak akan menghasilkan selain kerugian. Bayangkan, betapa sangat menyiksa prilaku ini. Yang aneh sebenarnya, sekalipun situasi ini kita tidak ingin mengalaminya, tetapi sebenarnya kitalah yang merancang dan memintalnya sejak awal. 
Puncaknya, kita terjebak berkelahi dengan diri sendiri, berkelahi dengan keinginan sendiri, berkelahi dengan suara hati, berkelahi dengan nurani. Dan, sress, stroke dan stop dapat menjadi ujung gaya hidup karakter dusta. Karena itu, mari berhati-hati, sebelum terjebak oleh kejahatan yang kita pintal dan rajut sendiri. 
Maka benarlah ungkapan Arab; siapa yang menggali lubang, ia sendiri bakal terjatuh ke dalamnya. Nabi saw. Berkata: wainnama likullimriin ma nawa artinya seseorang pasti mendapatkan apa yang diusahakannya.
Mengetahui akibatnya, maka sangat bijaksana menghindari perilaku yang berujung bahaya. Semoga kita tidak memintal dusta demi dusta lagi//Zul  

Minggu, 20 November 2011

Penyuluhan kesehatan MIN Botteng

Tenaga penyuluh dari puskesmas pembantu Taludu menikmati Laule'

Belajar Sehat. Itulah dua kata yang cocok untuk kegiatan MIN Botteng kali ini. Belajar, karena MIN Botteng merupakan satu-satunya pendidikan berstatus negeri tingkat Sekolah Dasar (SD) di bawah kemenagri kabupaten Mamuju. Sedangkan sehat selain merupakan kebutuhan setiap manusia siapapun,  juga termasuk siswa-siswi MIN Botteng membutukan sehat. Sehat agar dapat tumbuh, sehat agar dapat bekerja, sehat agar vitalitas mengajar optimal bagi guru demikian pula sehat bagi siswa MIN agar tetap prima dalam belajar. Memberikan penyuluhan tentang menjaga kesehatan dan pentingnya pencegahan sedini mungkin sangat penting, sehingga ketika mereka tumbuh dewasa akan terus memiliki kebiasaan baik yang akan memberikan kontribusi untuk kesehatan mereka secara keseluruhan.
Dalam penyuluhan kesehatan ini, MIN Botteng mengundang tiga penyuluh dari Puskesmas pembantu Taludu yaitu drg. Wildhana, didampingi perawat Sufrianto AMKG dan Mardhiah S.Kep. Dalam uraiannya, drg. Wardhana menyampaikan kepada siswa agar tetap menjaga kesehatan supaya terhindar berbagai penyakit.
Pembagian bubur kacang hijau kepada siswa-siswi

Kegiatan sehat MIN Botteng berlangsung pada hari Rabu tanggal 15 November 2011  dengan agenda utama: minum kacang hijau atau laule’ (lidah mandar)  atau ule’-ule’  (lidah Botteng) secara bersama-sama. Setelah itu, kegiatan penyuluhan kesehatan dari tenaga medis puskesmas pembantu Taludu.  Kurang lebih 130 an siswa, seluruhnya dijamu dengan seduhan kacang hijau hangat tanpa memungut biaya sepeserpun dari siswa. Kegiatan ini, seperti dikemukakan  kepala sekolah, Jamaluddin, S.Pd.I, merupakan penambahan gizi anak-anak, dan pembelajaran tentang kesehatan. 
Kelas III sedang menikmati bubur kacang hijau

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat atau siswa secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998). 

Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat .
Sambutan Kepsek MIN Botteng  sebelum penyuluhan kesehatan

drg. Wildhana sedang memberikan penyuluhan kesehatan dalam kelas
Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha, dkk., 2002). Tujuan pendidikan kesehatan adalah (Effendy, 1998):
1) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup 

sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
2) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3) Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.


 

Minggu, 06 November 2011

MIN Botteng berqurban


Iman butuh bukti. Iman tidak cukup pada level transaksi (pernyataan) hati dan lidah saja, tetapi iman butuh bukti kongkrit. Banyak bukti yang dapat dilakukan seorang muslim untuk membuktikan keimanannya selain ibadah mahdhah  seperti shalat, zikir dll, salah satunya adalah berqurban alias menyembelih hewan kambing dan sapi. Penyembelihan qurban selain berdimensi spiritual, membangun kedekatan dengan sang Khaliq, qurban juga memiliki dimensi sosial, berbagi dengan sesama.
Sebagai wujud syukur atas anugerah Allah SW, Lebaran Idul Adha tahun 1432 H, MIN Botteng melakukan penyembelihan qurban. Kali ini, MIN Botteng menyembelih satu sapi –mudah-mudahan tahun depan semakin meningkat-  diharapkan mampu membangun silaturahmi dengan masyarakat sekitar. Penyembelihan qurban seperti ini berturut-turut tiga tahun terakhir, sejak tahun 1430 bapak Wahyun S.Ag, M.Pd. masih menjabat kepala sekolah sampai dengan bapak Jamaluddin S. Pd.I  tahun ini. Ketua panitia bapak Abdul rauf berharap, sebagaimana harapan kepala sekolah MIN Botteng, Jamaluddin S.Pd.I, bahwa tahun depan panitia berusaha meningkatkan jumlah hewan, setelah melihat animo dan keinginan masyarakat sekitar MIN Botteng.
Qurban, bukan korban seperti telah umum di masyarakat, berasal dari kata qariba-yaqrabu kemudian lahir kata qurban, mengandung arti mendekat. Lawan kata dari jauh atau menjauh. Oleh karena itu, dengan qurban sebenarnya merupakan wasilah pendekatan diri kepada Allah SWT. Pendekatan diri kepada Allah SWT melalui penyembelihan qurban semakin nyata dilukiskan perjalanan hidup nabiyallah Ibrahim as. Ibrahim as, sebagaimana manusia lain, mencintai harta benda yang selama ini ia usahakan. Demikian pula cinta kepada sang putra, tidak perlu lagi ditanyakan, betapa seorang ayah sangat cinta kepada anaknya. Nabi Ibrahim as. juga sangat cinta kepada putranya, Ismail as. tetapi cinta Ibrahim as kepada Allah masih lebih kuat. Kecintaan yang sangat kuat kepada Allah SWT tersebut, yang mendahulukan perintah Allah dari semua perintah dan kepentingan, membuat beliau sanggup menyembelih putra kesayangannya. 
Subhanallah, masyaAllah astagfirullah, betapa besar cinta yang dipikul Ibrahim as, betapa mengagungkan, betapa mengerikan dan masih banyak kalimat  betapa demi betapa untuk memahami ketaatan Ibrahim kepada perintah Tuhannya, termasuk di antaranya betapa sulit kita melakukan ibadah qurban hari ini, jika tidak memiliki secuil dari samudera cinta yang terpatri dalam figur Ibrahim as.
Ya Allah, mudah-mudahan perjanalan hidup kami mendapatkan cipratan cinta Ibrahim as, yang sanggup membuktikan cintanya dengan menyembelih putra kesayangan sekalipun.

Untungnya hari ini, kita hanya diminta menyembelih sapi atau kambing, bukan anak, untuk membuktikan kecintaan satu ini. Yang diperintahkan Allah SWT, hanya  sedikit persen dari keseluruhan harta benda. Namun, yang sedikit itu, semoga memperoleh piala penghargaan dari Allah SWT dikemudian hari atau di hari kemudian, yaumaddin.
//Mudah-mudahan kita mampu, amien.Zul   
Berikut foto-foto prosesi penyembelihan dan pembagian daging qurban MIN Botteng:
Detik-detik penyembelihan

Bismillah...... Allahu akbar
Semoga niat diterima Allah swt sebagai nusuk
Menimbang daging qurban
Ketua panitia, Abdul rauf, tengah, diapit Bapak mahmud dan Bapak Tottong Ketua Komite sekolah
Proses pembagian daging korban
  

Sabtu, 05 November 2011

MIN Botteng: Sejarah & Profil Madrasah



Sejarah adalah guru generasi sekarang dan akan datang. Itu karena sejarah menyimpan sekian banyak informasi yang mampu memperkaya wawasan ke depan. Sejarah juga merupakan rekaman peristiwa masa lampau yang sedikit banyak merupakan pembentuk pola pikir dan prilaku generasi sekarang. Sebagian orang berkata masa depan adalah saham generasi hari ini, sedangkan hari ini merupakan saham generasi masa lalu. Saham itu bersifat positif  sebagaimana saham negatif yang justru membahayakan, melumpuhkan, merapuhkan dan atau justru menghancurkan generasi sesudahnya. Itu sejarah dalam arti umum dan bersifat multidimensi. Dalam lingkup  kecil, pola pikir dan prilaku seseorang, potret keluarga dan organisasipun tidak lepas dari kaidah ini, yakni bahwa masa lampau atau masa sebelumnya merupakan pembangun atau penghancur  -semoga yang terakhir ini tidak terjadi-  masa sekarang. 
Berikut ini, penulis kemukakan  ringkasan sejarah alias profil MIN Botteng sebagai sebuah satuan kerja (satker) di bawah naungan kemenagri atau sebelumnya istilah depagri. Profil MIN Botteng yang ditulis pertama kali ini, sejauh pemahaman penulis, sebagai salah satu guru di MIN Botteng, paling tidak hendak mengemukakan sejarah kepemimpinan atau setidaknya menulis rentang pergantian kepala sekolah, berdasarkan informasi akurat sejak awal berdirinya sampai sekarang.
Telah menjadi rahasia umum setiap sekolah negeri sebagian besar marangkak dari status swasta kemudian menjadi sekolah negeri. Proses ini setidaknya sebagian besar dialami sekolah atau istilah madrasah di bawah naungan kemenagri se-NKRI. Demikian pula MIN Botteng. Menurut informasi H. Muhammad Saleh, sebagai pencetus dan pendiri cikal bakal madrasah negeri ini, 
Info selanjutnya.......silahkan ditunggu postingnya.............
 

Rabu, 02 November 2011

DIBERI INGKAR, DIAMBIL PEMBERIAN PUTUS ASA

Al-Qur’an bercerita panjang lebar soal manusia. Wajar saja karena Dia yang mewahyukan Al-Qur’an  adalah pencipta manusia dengan segala potensi kemanusiaan. Lebih menakjubkan lagi, pernyataan Al-Qur’an mengenai manusia memiliki nilai kebanaran ilmiah. Bahkan sekalipun dengan menggunakan logikan dan penyelidikan sederhana. Bukan itu saja, jika dengan hati dan kesadaran yang jujur, setiap kita dengan sangat meyakini secara factual kebenaran-kebenaran Al-Qur’an. Berikut ini penulis kemukakan adalah watak manusia yang disebutkan Al-Qur’an bahwa jika manusia di hadang bahaya, malapetaka, kesempitan, kemiskinan dan kesusahan hidup, manusia mengadu, meminta dengan iba, taat kepada Tuhannya. Akan tetapi ketika manusia memperoleh nikmat yang membahagiakan, kelimpahan rezeki, kesehatan dan kelonggaran, manusia dengan mudah mengingkari dan tidak mampu bersyukur kepada-Nya. Coba simak ayat di bawah ini baik-baik:
وَإِذَا مَسَّ الْإِنسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيباً إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِّنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِن قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَندَاداً لِّيُضِلَّ عَن سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلاً إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ﴿٨﴾
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka."
Amatilah diri sendiri atau tetangga dan teman, kemudian paralelkan denga ayat di atas, niscaya kita mendapatkan kenyataan sama dengan ayat di atas. Dikala kepepet, dan menderita, dengan hati yang runduk mengadu dan meminta pertolongan-Nya. Akan tetapi ketika Allah member kelonggaran, permintaan dikabulkan, diripun berubah seakan tidak pernah mengadu dan runduk kepada-Nya. Lupa kalau kemarin menangis meminta, merundukkan wajah dan pikiran kepada-Nya.

Pikiran yang menata atau kita yang menata pikiran


Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab, apakah kita secara sadar mengontrol dan menata pikiran atau pikiran kita yang mengubah diri dan prilaku. Jawabannya sangat spekulatif. Yang pasti adakalanya, kita ‘sempat secara sadar mengubah dan menyetir pikiran, dan lain saat pikiranlah sebenarnya yang menyetir dan mengelola diri’. Dengan kata lain, dua-duanya dapat terjadi, bergantian paralel dan seirama dengan berjalannya detik demi detik. 
Anda mungkin berpegang pada kemungkinan pertama, bahwa manusilah sebenarnya yang mengelola dan mengatur alur pikir, sehingga dengan mudah pikiran dibawa ke mana-mana menurut selera. Namus pasti juga anda sadari bahwa tidak semua alur pikir atau lompatan berpikir merupakan hasil rencana dan penataan yang anda programkan. Menyadari hal ini, maka sesungguhnya di balik semua peristiwa berpikir dan berprilaku, sebenarnya ada kekuatan super natural, kekuasaan di luar kemampuan manusia, yang ikut mengontrol pikiran-pikiran sadar apalagi bawah sadar kita. 
Banyak ortang sombong hanya percaya pada kemampuan berpikir, padahal sehebat apapun dia seluruh rencana tidak semua berhasil seperti yang diharapkan. Tapi sebenarnya, diam-diam juga ada orang disekitar kita terlalu mengandalkan kekuasaan Tuhan sebagai pengontrol kehidupan, sampai-sampai tidak memiliki daya memilih.