نطلب دنيانا بتمزيق
ديننا
فلا ديننا يبقى ولا
دنيانا الذى يبقى
“Kita mengejar dunia dengan cara mengabaikan ajaran agama.
Akhirnya, agama sebagai bekal di akhirat musnah, dan duniapun akhirnya lenyap
juga”.
Kutipan di atas -insyaallah- mampu menyodorkan sebuah
cara pandang dewasa, obyektif dan bersifat imani. Dengan memahaminya secara baik, pasti kita berusaha cermat dalam hidup.
Ungkapan ini, buat penulis demikian berarti, menggugah, dan memaksa cermat
mengelola kehidupan, guna menghindari kerugian dunia-akhirat secara perlahan.
Hidup mesti berhitung cermat. Dalam segala hal, seperti saat
berdagang, bertani, nelayan, pegawai, pejabat dll. Urusan kecil atau urusan
sebagian dari hidup saja, mesti cermat, jika tidak cermat, kerugian dan kebangkrutan pasti menghadang. Adapun
urusan hidup keseluruhan, mulai dari tarikan
napas pertama kehidupan sampai kematian dan balasan amal sesudah kita
meninggal dunia, pasti jauh lebih membutuhkan kecermatan demi kecermatan. Itu
dilakukan agar tidak mengalami kerugian dunia dan kerugian di akhirat. Penjelasan
rinci ungkapan di atas, di bawah ini saya contohkan pedagang, sedangkan profesi
petani, pegawai, nelayan, pejabat dll dapat menganalogikan agar tidak
berpanjang-panjang dan ber-tele-tele.
Jika anda sebagai pedagang
ingin selamat dunia-akhirat, mengelola dan mengurus perdagangan harus
selaras dengan perintah agama. Jangan sampai melanggar dan menyepelekan ajaran
agama. Berani melanggar dan menyepelekan ajaran agama dengan lebih mengutamakan keuntungan duniawi, nah
inilah yang dimaksud ungkapan di atas. Yaitu, bahwa ajaran agama, komitmen
dengan ajaran agama yang seharusnya menjadi bekal sesudah mati (bekal
memperoleh ridho Allah dan masuk ke sorga), telah dimusnahkan, disepelekan,
dihilangkan dan dibuang saat mencari sesuap dua suap nasi dan dunia yang kita
tumpuk. Kemudian dunia dan semuanya pada akhirnya pasti meninggalkan kita atau
kita yang meninggalkan dunia. Akhirnya,
agama hilang duniapun hilang. Keselamatn di akhirat kita buang dan musnahkan
sejak mencari dunia, terus dunia yang kita tumpukpun akhirnya pasti hilang.
Lalu apa yang masih tersisa ? Hilang dua-dua, dunia dan akhirat. Nauzu
billah min zalik
Kalau agak ekstrim dikit, kata anak gaul sekarang,
dengan lebih mengutamakan perintah Allah secara total, hidup hanya berdasar maunya
Allah. Hidup hanya diniati mengabdi
(ibadah) kepada Allah dalam segala dimensinya. Siapapun pasti mampu menebak,
ujung-ujung kehidupan seperti ini, pasti bahagia di dunia karena seluruh ajaran
agama bermuatan kemaslahatan. Menjadi
kaya raya yang bertaqwa dan beriman, atau mungkin Karena sesuatu dan lain hal
sehinga harus miskin dan papa, namun masih mampu bertahan dalam iman dan taqwa,
dipastikan berbahagia pula. Itula ujung kehidupan yang komitmen dengan iman dan
takwa.
Dunia adalah ladang akhirat. Kalau kebun dunia disepelekan, akhiratpun pasti gagal panen. Karena itu urus dan pelihara baik-baik tanaman dan ladang akhirat ini, insya Allah sukses dunia akhirat.
Hidup hanyalah pilihan , sebuah ungkapan untuk menyederhanakan
urusan hidup. Banar sekali, tapi pilihlah pilihan cerdas dan membahagiakan.
Pilihlah dunia akhirat selamat dan bahagia. Jangan sampai dunia hilang,
akhiratpun hilang. Jangan. Mending dunia hilang tapi akhirat masih nyaut. Ini
tentu, dalam kacamata orang yang mengimani adanya kehidupan dan pembalasan sesudah
mati.
Karena itu hati- hati
ya…………….!!!!??? Ini sederhana tapi sangat tidak sederhana sobat……
@Botteng,14/04/2013*Zulkifli Kambas………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar