Tak ada seorangpun yang hendak sakit. Itu karena sakit sangat jauh berbeda dengan sehat dalam banyak hal. Jika disuruh memilih di antara dua: sehat tidak punya uang atau banyak uang tapi sakit, pasti saya pilih sehat sekalipun tidak atau belum punya uang. Mengapa? Alasan saya, sekalipun tidak atau belum mempunyai uang, tapi badan masih banyak peluang mencari uang dan lainnya.
Tentu, yang paling baik banyak harta dan sehat.
Hanya saja, nikmat sehat yang mahal itu, tidak dirasakan kecuali bagi orang sakit. Saya ulangi, Nikmat sehat demikian mahal hanya dirasakan orang sakit. Artinya saat berbaring sakit, kepala pusing, perut sakit dll, kita baru teringat dan sadar sehat benar-benar penting. Silahkan tanya orang, teman dan tetangga yang telah lama berbaring sakit, pasti jawabannya sehat adalah harta termahal yang diinginkan.
Mungkin pembaca pernah mengalami sakit. Atau mengetahui teman dan tetangg sakit, bernazar, kalau saya sehat, saya akan melakukan ini dan itu, misalnya. Ada pula yang berjanji jika saya sehat saya akan beribadah rajin, menjadi hamba Allah swt yang baik dll. Namun, itu tadi, ketika sembuh, kadang janji dan nazarnya dilupakan.
Maka berhati-hatilah terhadap sehat dan sakitmu. Upayakan sehatmu mengingatkan dan menyadarkan akan sakit yang sewaktu-waktu membelenggu sehingga tidak dapat beraktifitas. Dengan kesadaran seperti ini, pasti kita akan menghargai sehat. Kalaupun kita tidak mampu menyadari semua ini ketika sakit, suatu hari Tuhan akan mengirimkan sakit sehingga kita semakin sadar akan harga sehat yang mahal.
Mulai tahun 1997 sampai tahun 2009 saya sakut ambeien. Alhamdulillah sekarang sudah pulih. Selama mengalami rasa sakit luar keinginan kepada sehat. Ke mana-mana cari obat, rumah sakit, tabib dll. Selain itu, berani berjanji dengan segala nazar andaikata sehat nantinya.
Saya mengetahui dari hadis nabi saw pula bahwa sakit sebenarnya cara Tuhan menggugurkan dosa-dosa, selama kita menghadapinya dengan sabar dan tetap menjalani ketaatan kepada Allah. Pasti kita ingin dosa-dosa digugurkan, sekalipun secara jujur tidak ingin mengalami sakit. Selain itu, ternyata, di dalam sakit kita lebih menikmati ketenangan dan kebahagiaan menjalankan ibadah. Doa di kala sakit terasa lebih khusyu', lebih berisi, lebih dinikmati, meskipun sekali lagi kita tidak ingin mengalami sakit.
Maka wajarlah, sakit dan sehat dipergilirkan karena hikmah dan kemaslahatan manusia sendiri. Pernah saya membayangkan, kalau saja seumur hidup sehat saja, tidak pernah sakit, pastilah kita dengan cepat melampaui batas-batas dan ketentuan Tuhan, alias lupa daratan. Begitulah yang menimpa Fir'aun menurut sebuah buku yang pernah saya baca, karena tidak pernah sakit dan tidak pernah mengalami kesusahan sampai akhirnya mengakui dirinya sebagai Tuhan. Nauzu billah min zalik.
Mungkin kita tidak sejauh itu, misalnya merasa diri sebagai Tuhan, namun di dalam sehat dan di dalam kecukupan, terkadang menyepelekan Allah Swt dan menganggap enteng perintah-perintah-Nya. Karena kemampuan dan keampuhan sehat dan kelimpahan harta, terkadang seseorang terjerembab ke dalam kelalaian di hadapan Tuhan.
Ini tentu, tidak berarti sakit saja atau miskin saja. Bukan. Bukan itu maksudnya. Yang kita ingin sadari bahwa rasa sakit memang lebih mampu mengantar kepada Tuhan dari pada sehat. Demikian pula rasa kekurangan lebih mampu mengantar diri kepada Tuhan. Yang saya tulis terakhir ini, insyallah tidak subyektif, tapi lebih mendekati obyektif. Jika tidak percaya, silahkan bandingkan sendiri pada saat pembaca mengalami sakit, susah, sempit dll, dan rasakan pula kala hidup sehat,longgar, dan berkecukupan. Silahkan bandingkan. Ok. Botteng, 17/10/2012//Zul......