Ini adalah
posting ketiga saya menyoal pembebasan buta aksara al-Qur’an di kab. Mamuju.
Posting pertama: Mamuju Buta Aksara Al-Qur'an? Sedang posting kedua: Sertifikasi Guru Mengaji Al-Qur'an: Cara Profesional Membebaskan Buta Aksara Al-Qur'an di Kab Mamuju
Tulisan-tulisan tersebut, kalau bukan sumbangan pemikiran, paling
tidak sebagai bahan renungan bagi pegiat Al-Qur’an.
Secara umum
kemampuan baca tulis al-Qur’an khusus siswa/i
dari SD, SMP dan SMA atau yang sederajat di Kabupaten Mamuju memang lemah. Beberapa sekolah SMPN dan SMA Negeri
tempat saya menguji dapat diketahui kesimpulan tersebut. Selain itu, juga
diperkuat guru-guru Agama Islam sendiri yang mengajar di sekolah-sekolah formal.
Sebagian guru agama Islam tersebut bahkan
bertanya soal penanganannya,
maksudnya barangkali teknis pembebasan buta aksara al-qur’an secara efektif dan
efisien. Boleh jadi pertanyaan tersebut mengemuka atau pertanyaan sejenis
muncul karena membayangkan betapa tidak mudah membebaskan buta aksara al-qur’an
di sekolah dalam kondisi sebagai berikut:
1. Guru
Pendidikan Agama Islam di sekolah hanya satu atau dua dengan jumlah 6 s/d 9
rombongan belajar. Sebagian sekolah jumlah siswanya banyak hingga mencapai
15 s/d
18 kelas atau rombongan belajar. Jumlah yang banyak tersebut ternyata masih
lebih banyak yang membutuhkan bimbingan
secara intensif mengingat kemampuan mengaji sangat terbatas.
2. Kurikulum
Pendidikan Agama Islam hanya 2 jam dalam sepekan, sementara muatan pelajaran
agama lumayan banyak.
3. Lingkungan
masyarakat yang mestinya menjadi mitra dalam pengembangan kemampuan baca
al-Qur’an, ternyata bukan semakin meningkat. TKA/TPA atau kelompok-kelompok
mengaji al-Qur’an sebenarnya memiliki sumbangan sangat berharga, peminatnya
semakin melemah
4. Dengan
problema sebagaimana point 1, 2, dan 3 di atas, ditambah atau mungkin
diperparah lagi dengan minat dan keinginan belajar mengaji anak-anak umat Islam
–termasuk orang tuanya- sangat rendah. Sudah menjadi rahasia umum
kegandrungan anak-anak kita sekarang lebih banyak kepada selain belajar agama
Islam, secara khusus belajar mengaji al-Qur’an.
Masih
berderet sekian kendala-kendala yang dihadapi seorang guru agama Islam di
sekolah, termasuk keaktifan, intensif atau tidak, ketersediaan alat dan bahan
ajar, kemampuan guru sendiri dll.
Di tengah
kendala demi kendala tersebut di atas, maka keberadaan atau lebih tepatnya
mengaktifkan dan menggiatkan kembali TKA/TPA di masjid-masji atau kelompok
pengajian al-Qur’an harus dipikirkan dan dibahas kembali oleh para penentu
kebijakan di Kabupaten mamuju. Ringkasnya, demi mendukung dan menyukseskan
program pembebasan buta aksara al-Qur’an
di sekolah-sekolah formal, maka TKA/TPA harus dibangkitkan kembali,
digiatkan kembali, disegar-segarkan kembali. Inilah arti awal judul tulisan ini yaitu Reactivation
TKA/TPA …….. dst. Dengan ungkpan lain, jika Pemerintah Kabupaten mamuju dan
Kementerian Agama serius menuntaskan program ini, maka TKA/TPA serta
kelompok-kelompok mengaji al-Qur’an di masyarakat mutlak harus diaktifkan
kembali atau mengembangkan yang telah
ada. Dan, sudah jamak diketahui TKA/TPA binaan Kementerian Agama telah lama dan
menyebar dari masjid ke masjid. Mengapa?
Jawabnya, ya itu tadi, bahwa guru agama
di sekolah-sekolah tidak akan mampu membebaskan buta aksara al-Qur’an secara
mandiri dengan kendala-kendala seperti dikemukakan sebelumnya. Masyarakat
secara umum mesti dilibatkan, karena tanggung jawab membebaskan buta aksara
Al-Qur’an sebenarnya bukan murni tanggung jawab guru agama semata.
Oleh karena
itu, sangat wajar jika Pemerintah Kabupaten mamuju “melirik” kembali TKA/TPA dan
kelompok-kelompok pengajian al-Qur’an. Syukur-syukur kalau “diberdayakan”
kembali. He..he….he….. ini bukan proposal lho ya….. Semoga//Botteng, 06/05/2012//Zul…………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar