Sabtu, 06 Oktober 2012

MEMBANGKITKAN DAN MENGGIATKAN KEMBALI TKA/TPA DI KAB. MAMUJU DAN PEMBEBASAN BUTA AKSARA AL-QUR’AN

Ini adalah posting ketiga saya menyoal pembebasan buta aksara al-Qur’an di kab. Mamuju. Posting pertama: Mamuju Buta Aksara Al-Qur'an? Sedang posting keduaSertifikasi Guru Mengaji Al-Qur'an: Cara Profesional Membebaskan Buta Aksara Al-Qur'an di Kab Mamuju
Tulisan-tulisan tersebut, kalau bukan sumbangan pemikiran, paling tidak sebagai bahan renungan bagi pegiat Al-Qur’an. 

Secara umum kemampuan baca tulis al-Qur’an khusus siswa/i  dari SD, SMP dan SMA atau yang sederajat di Kabupaten Mamuju memang  lemah. Beberapa sekolah SMPN dan SMA Negeri tempat saya menguji dapat diketahui kesimpulan tersebut. Selain itu, juga diperkuat guru-guru Agama Islam sendiri yang mengajar di sekolah-sekolah formal. Sebagian guru agama Islam tersebut bahkan  bertanya  soal penanganannya, maksudnya barangkali teknis pembebasan buta aksara al-qur’an secara efektif dan efisien. Boleh jadi pertanyaan tersebut mengemuka atau pertanyaan sejenis muncul karena membayangkan betapa tidak mudah membebaskan buta aksara al-qur’an di sekolah dalam kondisi sebagai berikut:

1. Guru Pendidikan Agama Islam di sekolah hanya satu atau dua dengan jumlah 6 s/d 9 rombongan belajar. Sebagian sekolah jumlah siswanya banyak hingga mencapai 15  s/d  18 kelas atau rombongan belajar. Jumlah yang banyak tersebut ternyata masih lebih banyak yang membutuhkan  bimbingan secara intensif mengingat kemampuan mengaji sangat terbatas.
2. Kurikulum Pendidikan Agama Islam hanya 2 jam dalam sepekan, sementara muatan pelajaran agama lumayan banyak.
3. Lingkungan masyarakat yang mestinya menjadi mitra dalam pengembangan kemampuan baca al-Qur’an, ternyata bukan semakin meningkat. TKA/TPA atau kelompok-kelompok mengaji al-Qur’an sebenarnya memiliki sumbangan sangat berharga, peminatnya semakin melemah
4. Dengan problema sebagaimana point 1, 2, dan 3 di atas, ditambah atau mungkin diperparah lagi dengan minat dan keinginan belajar mengaji anak-anak umat Islam –termasuk orang tuanya- sangat rendah. Sudah menjadi rahasia umum kegandrungan anak-anak kita sekarang lebih banyak kepada selain belajar agama Islam, secara khusus belajar mengaji al-Qur’an.

Masih berderet sekian kendala-kendala yang dihadapi seorang guru agama Islam di sekolah, termasuk keaktifan, intensif atau tidak, ketersediaan alat dan bahan ajar, kemampuan guru sendiri dll. 

Di tengah kendala demi kendala tersebut di atas, maka keberadaan atau lebih tepatnya mengaktifkan dan menggiatkan kembali TKA/TPA di masjid-masji atau kelompok pengajian al-Qur’an harus dipikirkan dan dibahas kembali oleh para penentu kebijakan di Kabupaten mamuju. Ringkasnya, demi mendukung dan menyukseskan program pembebasan buta aksara al-Qur’an  di sekolah-sekolah formal, maka TKA/TPA harus dibangkitkan kembali, digiatkan kembali, disegar-segarkan kembali.  Inilah arti awal judul tulisan ini yaitu Reactivation TKA/TPA …….. dst. Dengan ungkpan lain, jika Pemerintah Kabupaten mamuju dan Kementerian Agama serius menuntaskan program ini, maka TKA/TPA serta kelompok-kelompok mengaji al-Qur’an di masyarakat mutlak harus diaktifkan kembali  atau mengembangkan yang telah ada. Dan, sudah jamak diketahui TKA/TPA binaan Kementerian Agama telah lama dan menyebar dari masjid ke masjid.  Mengapa? Jawabnya, ya  itu tadi, bahwa guru agama di sekolah-sekolah tidak akan mampu membebaskan buta aksara al-Qur’an secara mandiri dengan kendala-kendala seperti dikemukakan sebelumnya. Masyarakat secara umum mesti dilibatkan, karena tanggung jawab membebaskan buta aksara Al-Qur’an sebenarnya bukan murni tanggung jawab guru agama semata. 

Oleh karena itu, sangat wajar jika Pemerintah Kabupaten mamuju “melirik” kembali TKA/TPA dan kelompok-kelompok pengajian al-Qur’an. Syukur-syukur kalau “diberdayakan” kembali. He..he….he….. ini bukan proposal lho ya…..  Semoga//Botteng, 06/05/2012//Zul…………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar