Kementerian Agama Kab. Mamuju baru-baru ini menggemakan bebas buta
aksara al-Qur'an. Launching program penyegaran ingatan dan interaksi dengan
al-Qur’an ini, dimulai pada malam Nuzulul
Qur’an 1433 H di Mamuju. Gerakan ini, hemat penulis, sangat dibutuhkan umat.
Entah sadar atau belum sadari sebelumnya.
Aneh tapi nyata, memang. Mereka yang akan dibebaskan dari
buta aksara al-Qur'an umat Islam sendiri. Mulai dari Gubernur, Bupati, Ketua
DPR, Kepala Dinas-kepala dinas, pegawai Kementerian Agama dll serta di
tengah-tengah umat Islam yang mayoritas tersebar di daerah ini program ini digemakan.
Kuat dugaan saya, program ini tujuan utamanya bukan muallaf (mereka yang baru
masuk agama Islam), meskipun mungkin ada atau bahkan tidak ada sama sekali.
Bukan pula untuk anak-anak umat Islam yang masih belasan tahun usianya, berkah
Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) yang jumlahnya tersebar luas dari masjid ke masjid.
Gerakan pembebasan buta aksara Al-Qur'an ini lebih ditekankan untuk orang
Islam dewasa tetapi masih belum dapat alias tidak bisa membaca, juga menulis,
lebih-lebih memahami teks Al-Qur'an. Sungguh luar biasa aneh tapi nyata.
"Bisa-bisanya" ! Sebagian berkata sambil terheran-heran. Tapi itulah
fakta memilukan, menyedihkan dan mengerikan. Maka Program ini benar-benar
kegiatan yang luar biasa. Luar biasa karena seharusnya tidak terjadi, luar
biasa karena hal ini terjadi pada teman, tetangga dan sanak family, luar biasa
karena dibawah pejabat yang mayoritas umat Islam dan termasuk luar biasa tenaga
yang harus dibangun untu pembebasan buta aksara al-Qur’an.
Meskipun
tidak enak menuliskan di sini, akan tetapi harus dikemukakan, mudah2an menjadi
pelajaran berharga yang harus dicari jalan keluarnya. Untuk khatib (penceramah
di hari jum'at) terkadang ada masjid yang susah menunjuk orang yang layak
membaca teks khutbah Jum'at. Kalaupun ada yang berani maju membacakan teks (bukan
menyampaikan khutbah), bacaan al-Qur'an panjang pendeknya belepotan alia kacau.
Bahkan sebagian dari saudara dan teman kita banyak yang secara jujur mengakui bahwa memang sama
sekali tidak bisa membaca al-Qur'an. Hitungan usia mereka terbilang remaja dan
dewasa. Jika kita bertanya, ada apa? Mengapa hal ini terjadi? Beragam
jawaban dan atau dalih yang dapat dikemukakan. Hemat saya, sebenarnya bukan
sekedar krisis membaca, menulis dan memahami al-Qur'an, tetapi kita mengalami
krisis iman. Dan, inilah pangkal dan sebab utama umat lemah semangatnya
mempelajari al-Qur'an. Sekalipun iman ada, tetapi iman tidak menjadi penerang
dan motivator bagi perjalanan hidup. Iman dan kepercayaannya tidak mampu
membangunkan diri dari kelalaian akan betapa urgen dan pentingnya memahami
al-Qur'an. Meminjam istilah tasawuf, iman dalam hatinya sakit, atau
jangan-jangan mati, dalam jasad sehat dan penampilan trendy.
Program pembebasan buta aksara al-Qur'an yang digagas Kemenag Mamuju kemudian bak gayung bersambut. Pemerintah Kab. Mamujupun benar-benar menyadari hal ini sehingga program ini harus memasuki semua jenjang atau tingkat pendidikan formal, dari SD, SLTP dan SLTA dan seluruh lapisan masyarakat. Ini tidak mengherankan lantaran program ini adalah tanggung jawab formal kedua lembaga pemerintah itu, juga lembaga lain yang terkait di mata publik. Selain itu, karena keinginan memperoleh kebaikan dan berkah di sisi Allah swt secara pribadi dan kollektif diharapkan mampu memompa semangat kerja demi lancarnya program ini.
Nah... seperti apa model dan teknis pelaksanaannya? Menurut hemat saya, untuk menyukseskan kegiatan ini, terdapat potensi dan sumber daya di tengah masyarakat yang sangat besar demi menyukseskan program pembebasan buta aksara al-Qur'an ini. Masyarakat terutama pihak orang tua menyadari diperlukan campur tangan pemerintah seperti Perda dan sejenisnya, demi terlaksananya program ini. Guru mengaji dan mereka yang berpotensi menjadi guru mengaji sebenarnya banyak dan ini tersedia secara acak di masyarakat. Suport serta suntikan dana yang tidak berjumlah besar itulah yang diinginkan guru dan calon guru mengaji demi tambahan pendapatan untuk menutupi kebutuhan nafkah keluarga. Maksudnya, insentif dan atau apalah istilahnya, diharapkan dapat menjadi motivator dan pembangkit semangat guru mengaji.
Menyisihkan atau menganggarkan sedikit persen
APBD saja untuk suksesnya program ini, bagi masyarakat sudah merupakan gerakan
yang sangat luar biasa manfaatnya yang bakal dikenang dan itu mampu maraup perolehan
suara PILKADA. HEHEHEHE ..... PILKADA lagi PILKADA lagi. Ini benar lho.....
Bukan rayuan gombal a la balon (bakal calon). Ini lantaran sebagian besar orang
tua sekarang sangat ingin anak-anak mereka mahir membaca al-Qur'an, sementara
guru mengaji mulai langka.
Jika
semua jenjang pendidikan dari SD, SLTP dan SLTA diharuskan mempelajari
al-Qur’an seperti dikemukakan oleh pejabat pemerintah di Kabupaten Mamuju
baru-baru ini pula, kita berharap
kiranya program ini segera diwujudkan dari pada hanya menjadi wacana dan bahan
diskusi. Mudah-mudahan kita serius.
Ada
pula masukan dan saran yang menggelitik bahwa jangan sampai orang yang akan
hendak membebaskan buta aksara, ternyata
juga harus dibebaskan lebih dahulu. Tidak
apalah memang kenyataannya demikian. Niat memperbaiki diri dan orang lain,
merupakan kekuatan dan spirit yang harus kita miliki bersama demi sesuatu yang sangat
besar.
Demikian pula, semoga setiap yang membaca posting ini tergerak ikut terlibat dalam gerakan pembebasan buta aksara al-Qur'an. Amien. Semoga Allah melapangkan hati ini mempelajari al-Qur'an, karena hanya dengan al-Qur'anlah dan hadis nabi saw, bukan yang lain, yang kelak menjadi pembebas dari kesasatan dalam kehidupan dan pembantu (syafi'an) bagi kita nanti di sisi Allah swt.//Zul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar