Tulisan berikut ini adalah ceramah yang saya sampaikan di
Masjid Nurul Huda Pasa’bu kecamatan Tapalang barat dalam memperingati turunnya
al-Qur’an tahun 1433 H. Setelah memeberi salam, memuji Allah dan bersalawat
atas nabi Muhammad saw, secara ringkas saya ceritakan riwayat turunnya
al-Qur’an pertama kali. Al-Qur’an turun pertama kali seperti telah umum di
pahami di Indonesia, terjadi pada tanggal 17 Ramadhan. Antara lain; sebelum nabi saw menerima wahyu pertama,
beliau telah melakukan tahannuts (beribadah dan bertafakkur dan merenungi ciptaan Allah swt). Riwayat
yang terdapat dalam kitab Imam Bukhari dengan rinci bercerita tentang permulaan
wahyu ini, sampai isteri beliau, Khadijah menemui seorang pendeta, karena
kekhwatiran dan rasa penasaran tetntan apa saja yang terjadi pada diri nabi
saw, suaminya tercinta.
Selanjutnya, apa hikmah atau manfaat yang diinginkan Allah
swt, dalam menurunkan al-Qur’an. Atau dengan pertanyaan lain, apa sesungguhnya
misi yang hendak disampaikan al-Qur’an? Sesungguhnya, misi yang sangat agung
dalam nuzulnya (turunnya) al-Qur’an adalah menjadi petunjuk dan pedoman hidup
umatnya. Selain itu, secara rinci, masih banyak manfaat lain yang dapat disauh
dari telaga al-Qur’an, demi perbaikan dan kemaslahatan manusia, secara lahir
dan batin.
Dalam mempelajari al-Qur’an, terdapat nama-nama lain yang disandarkan
kepada al-Qur’an. Nama-nama itu merupakan sifat dan dan taujih
(bimbingan) yang sebenarnya sangat dibutuhkan umat manusia. Selain membacanya mendapatkan
pahala dan berkah secara langsung, sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis nabi
saw, namun terdapat nama lain seperti Syifa’, Furqon, Rahmat, Hakiim, Mubarak
dan lain-lain, yang semuanya dapat membimbing kehidupan manusia. Paling tidak saya mengemukakan beberapa saja
yang coba kita urai, antara lain: Syifa’
Allah swt berfirmandalam surat Al-Isra’ ayat 82:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ
مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَاراً
﴿٨٢﴾
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al
Qur'an itu tidaklah me nambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Secara sederhana syifa’ mengandung arti penawar atau
penyembuh. Menurut Kamus Lisan
al-Arab syifa’ adalah sesuatu yang menyembuhkan penyakit (Lihat Kamus Lisan
al-‘Arab kata شفي
) Al-Qur’an benar-benar dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Tentu saja obat
di sini bukan obat gatal-gatal, obat dan obat penyakit kulit lainnya, sekalipun
tidak tertutup kemungkinan penyakit fisik dapat sembuh yang merupakan akibat
jauh dari penyembuhan
ruhani. Maksudnya, setelah jiwa dan spirit diterapi dan disembuhkan, maka
secaro otomatis akan berpengaruh baik bagi kesehatan fisik. Terus jenis penyakit ruhani apa dan bagaimana
cara penyembuhan al-Qur’an terhadap penyakit tersebut? Semua penyakit jiwa yang sekian banyak di era
modern ini, dari stress, depresi, bimbang, galau, dengki, iri, dan penyakit
jiwa lainnya, benar- benar dapat
disembuhkan al-Qur’an. Syarat penyembuhan itu juga sederhana saja, pertama,
rela menerima resep al-Qur’an (baca: beriman kepada kitab ini, itu pasti)
kemudian yang kedua, melaksanakan resep-resepnya.
Seorang peneliti pernah mengemukakan bahwa umat yang langsung
dibimbing oleh nabi saw. tidaklah berlimpah harta dan kemewahan seperti era
modern ini, tetapi jiwa mereka sangat ringan dan sangat berbahagia. Ini terjadi
karena keimanan mereka kepada Tuhannya benar-benar di atas segala-galanya. Iman
mereka lebih penting dari pada semua yang kita banggakan hari ini, yang kalau
hilang mengecewakan juga akhirnya. Jiwa mereka adalah jiwa yng bersandar kepada pemberi materi bukan kepada materi.
Hidup mereka lebih yakin kepada janji Allah swt daripada apa saja dalam genggamannya. Pada akhirnya,
resep dan konsep al-Qur’an benar-benar bekerja sehingga seluruh penyakit jiwa
yang berasal dari dan untuk kebendaan terpangkas seluruhnya. Apakan ini
bermakna tidak perlu mengurus dan memikirkan kebendaan dan segala harta dan
kebanggaan lainnya? Tidak, sekali lagi tidak. Mereka para sahabat binaan nabi
saw, juga hidup secara wajar dan mengalami pasang – surut, untung-rugi, kaya
dan miskin, tetapi keimana dan tawaajuh mereka hanya kepada Yang memberi hidup da
semuanya.
Selain itu, konsep al-Qur’an tentang jiwa yang damai dan
bahagia, benar-benar sebuah resep jitu dan sangat obyektif diakui oleh lawan
lebih-lebih kawan. Bayangkan saja, Al-Qur’an menganjurkan adil, amanah, jujur,
qanaah, tawadhu dll. Semuanya sifat-
mahmudah tersebut dan lain-lain yang
tidak sempat disebut sata persatu, merupaka sifat positif yang berfungsi sebagai pemelihara, penumbuhkembang, pengawal, dan
pembersih jiwa dan ruhani manusia. Semua sifat – sifat positif itu berakar dan
berpangkal dari dan di dalam iman kepada Allah swt.
Sebaliknya, bohong, gibah, namimah, fitnah, sombong, kikir,
boros dll, adalah sifat yang mengerdilkan jiwa dan fisik pelakunya. Ini diakui
oleh penelitian demi penelitian mutakhir, dapat diketahui jika pembaca rajin membaca
penelitian terbaru tentang jiwa dan pengaruhnya kepada badan, atau sebaliknya perbuatan dan
perilaku positif dan negatrif dan pengarunya kepada pertumbuhan fisik. Dengan ungkapan lain, terdapat hubungan
timbale-balik antara perilaku fisik dengan jiwa atau sebaliknya.
Bagaimana konsep al-Qur’an bekerja sebagai obat penyembuh? Jawabannya
seperti disebutkan di atas, yaitu ketika iman, konsep, misi, kandungan,
perintah dan larangan Allah bekerja secara optimal dalam pribadi seseorang. Sekali
lagi, hanya dengan cara itu, dijamin kita mampu mengambil manfaat sangat besar
al-Qur’an. Oleh karena itu, tidak dapat ditawar, wajib membaca, mempelajari dan
memahami dan mengamalkan secara konsekwen. Konsep al-Qur’an tidak akan bekerja
dengan baik, jika hanya mengandalkan perolehan pahala saat membaca kemudian
selesai. Tidak mungkin dan tidak dapat
kita mengambil manfaat dari sebuah konsep yang hanya dibaca, termasuk
al-Qur’an. Inilah yang patut direnungkan dalam rangka memperingati nuzul Qur’an.
Pertanyaan selanjutnya, apakah tidak baik dan tidak berpahala membaca
al-Qur’an? Baik dan berpahala, akan
tetapi itu tidak titik. Masih ada kewajiban selanjutnya selain hanya
membacanya. Jika membaca dari dulu sampai sekarang hanya untuk memperoleh
pahala dan kebaikan dengan hanya membacanya, kemudian dianggap cukup, inilah
rahasia mengapa kita tidak mampu menguak makna sejati al-Qur’an. Bahkan pada
akhirnya, seluruh bacaan kita akan melaknat diri sendiri? Ya, itu sangat
mungkin , karena al-Qur’an bukan jimat, bukan jampi, bukan mantra dipahami atau
tidak dapat memberi manfaat , itu menurut orang yang suka membaca
mantra-mantra.
Saya cukupkan
dulu posting ini, lanjutannya akan saya tulis pada posting selanjutnya. Semoga yang sedikit ini mampu menggugah kesadaran kembali mempelajari al-Qur’an untuk diamalkan
sehingga terpenuhilah, kalimat yang sering kita ucapkan; Al-Qur’an adalah
pedoman hidup kita. Lanjutannya nanti postingan selanjutnya. Semoga.//Zul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar