Kamis, 16 Agustus 2012

Hikmah Nuzulul Qur'an 1433 H di Masjid Nurul Huda Pasa'bu: Mengambil Manfaat dan Berkah Al-Qur'an

Tulisan berikut ini adalah ceramah yang saya sampaikan di Masjid Nurul Huda Pasa’bu kecamatan Tapalang barat dalam memperingati turunnya al-Qur’an tahun 1433 H. Setelah memeberi salam, memuji Allah dan bersalawat atas nabi Muhammad saw, secara ringkas saya ceritakan riwayat turunnya al-Qur’an pertama kali. Al-Qur’an turun pertama kali seperti telah umum di pahami di Indonesia, terjadi pada tanggal 17 Ramadhan. Antara lain;  sebelum nabi saw menerima wahyu pertama, beliau telah melakukan tahannuts (beribadah dan  bertafakkur dan merenungi ciptaan Allah swt). Riwayat yang terdapat dalam kitab Imam Bukhari dengan rinci bercerita tentang permulaan wahyu ini, sampai isteri beliau, Khadijah menemui seorang pendeta, karena kekhwatiran dan rasa penasaran tetntan apa saja yang terjadi pada diri nabi saw, suaminya tercinta. 

Selanjutnya, apa hikmah atau manfaat yang diinginkan Allah swt, dalam menurunkan al-Qur’an. Atau dengan pertanyaan lain, apa sesungguhnya misi yang hendak disampaikan al-Qur’an? Sesungguhnya, misi yang sangat agung dalam nuzulnya (turunnya) al-Qur’an adalah menjadi petunjuk dan pedoman hidup umatnya. Selain itu, secara rinci, masih banyak manfaat lain yang dapat disauh dari telaga al-Qur’an, demi perbaikan dan kemaslahatan manusia, secara lahir dan batin.
Dalam mempelajari al-Qur’an, terdapat nama-nama lain yang disandarkan kepada al-Qur’an. Nama-nama itu merupakan sifat dan dan taujih (bimbingan) yang sebenarnya sangat dibutuhkan umat manusia. Selain membacanya mendapatkan pahala dan berkah secara langsung, sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis nabi saw, namun terdapat nama lain seperti Syifa’, Furqon, Rahmat, Hakiim, Mubarak dan lain-lain, yang semuanya dapat membimbing kehidupan manusia.  Paling tidak saya mengemukakan beberapa saja yang coba kita urai, antara lain: Syifa’

Allah swt berfirmandalam surat Al-Isra’ ayat 82:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَاراً ﴿٨٢﴾
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah me nambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.

Secara sederhana syifa’ mengandung arti penawar atau penyembuh. Menurut Kamus  Lisan al-Arab syifa’ adalah sesuatu yang menyembuhkan penyakit (Lihat Kamus Lisan al-‘Arab kata  شفي ) Al-Qur’an benar-benar dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Tentu saja obat di sini bukan obat gatal-gatal, obat dan obat penyakit kulit lainnya, sekalipun tidak tertutup kemungkinan penyakit fisik dapat sembuh yang merupakan akibat jauh dari penyembuhan ruhani. Maksudnya, setelah jiwa dan spirit diterapi dan disembuhkan, maka secaro otomatis akan berpengaruh baik bagi kesehatan fisik.  Terus jenis penyakit ruhani apa dan bagaimana cara penyembuhan al-Qur’an terhadap penyakit tersebut?  Semua penyakit jiwa yang sekian banyak di era modern ini, dari stress, depresi, bimbang, galau, dengki, iri, dan penyakit jiwa lainnya,  benar- benar dapat disembuhkan al-Qur’an. Syarat penyembuhan itu juga sederhana saja, pertama, rela menerima resep al-Qur’an (baca: beriman kepada kitab ini, itu pasti) kemudian yang kedua, melaksanakan resep-resepnya. 

Seorang peneliti pernah mengemukakan bahwa umat yang langsung dibimbing oleh nabi saw. tidaklah berlimpah harta dan kemewahan seperti era modern ini, tetapi jiwa mereka sangat ringan dan sangat berbahagia. Ini terjadi karena keimanan mereka kepada Tuhannya benar-benar di atas segala-galanya. Iman mereka lebih penting dari pada semua yang kita banggakan hari ini, yang kalau hilang mengecewakan juga akhirnya. Jiwa mereka adalah jiwa yng bersandar  kepada pemberi materi bukan kepada materi. Hidup mereka lebih yakin kepada janji Allah swt daripada  apa saja dalam genggamannya. Pada akhirnya, resep dan konsep al-Qur’an benar-benar bekerja sehingga seluruh penyakit jiwa yang berasal dari dan untuk kebendaan terpangkas seluruhnya. Apakan ini bermakna tidak perlu mengurus dan memikirkan kebendaan dan segala harta dan kebanggaan lainnya? Tidak, sekali lagi tidak. Mereka para sahabat binaan nabi saw, juga hidup secara wajar dan mengalami pasang – surut, untung-rugi, kaya dan miskin, tetapi keimana  dan tawaajuh  mereka hanya kepada Yang memberi hidup da semuanya.
Selain itu, konsep al-Qur’an tentang jiwa yang damai dan bahagia, benar-benar sebuah resep jitu dan sangat obyektif diakui oleh lawan lebih-lebih kawan. Bayangkan saja, Al-Qur’an menganjurkan adil, amanah, jujur, qanaah, tawadhu dll.  Semuanya sifat- mahmudah tersebut dan lain-lain  yang tidak sempat disebut sata persatu, merupaka sifat positif yang berfungsi sebagai pemelihara, penumbuhkembang, pengawal, dan pembersih jiwa dan ruhani manusia. Semua sifat – sifat positif itu berakar dan berpangkal dari dan di dalam iman kepada Allah swt. 

Sebaliknya, bohong, gibah, namimah, fitnah, sombong, kikir, boros dll, adalah sifat yang mengerdilkan jiwa dan fisik pelakunya. Ini diakui oleh penelitian demi penelitian mutakhir, dapat diketahui jika pembaca rajin membaca penelitian terbaru tentang jiwa dan pengaruhnya  kepada badan, atau sebaliknya perbuatan dan perilaku positif dan negatrif dan pengarunya kepada pertumbuhan fisik.  Dengan ungkapan lain, terdapat hubungan timbale-balik antara perilaku fisik dengan jiwa atau sebaliknya. 

Bagaimana konsep al-Qur’an bekerja sebagai obat penyembuh? Jawabannya seperti disebutkan di atas, yaitu ketika iman, konsep, misi, kandungan, perintah dan larangan Allah bekerja secara optimal dalam pribadi seseorang. Sekali lagi, hanya dengan cara itu, dijamin kita mampu mengambil manfaat sangat besar al-Qur’an. Oleh karena itu, tidak dapat ditawar, wajib membaca, mempelajari dan memahami dan mengamalkan secara konsekwen. Konsep al-Qur’an tidak akan bekerja dengan baik, jika hanya mengandalkan perolehan pahala saat membaca kemudian selesai. Tidak  mungkin dan tidak dapat kita mengambil manfaat dari sebuah konsep yang hanya dibaca, termasuk al-Qur’an. Inilah yang patut direnungkan dalam rangka memperingati nuzul Qur’an. Pertanyaan selanjutnya, apakah tidak baik dan tidak berpahala membaca al-Qur’an?  Baik dan berpahala, akan tetapi itu tidak titik. Masih ada kewajiban selanjutnya selain hanya membacanya. Jika membaca dari dulu sampai sekarang hanya untuk memperoleh pahala dan kebaikan dengan hanya membacanya, kemudian dianggap cukup, inilah rahasia mengapa kita tidak mampu menguak makna sejati al-Qur’an. Bahkan pada akhirnya, seluruh bacaan kita akan melaknat diri sendiri? Ya, itu sangat mungkin , karena al-Qur’an bukan jimat, bukan jampi, bukan mantra dipahami atau tidak dapat memberi manfaat , itu menurut orang yang suka membaca mantra-mantra.

Saya cukupkan dulu posting ini, lanjutannya akan saya tulis pada posting selanjutnya. Semoga yang sedikit ini mampu menggugah kesadaran kembali  mempelajari al-Qur’an untuk diamalkan sehingga terpenuhilah, kalimat yang sering kita ucapkan; Al-Qur’an adalah pedoman hidup kita. Lanjutannya nanti postingan selanjutnya. Semoga.//Zul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar