Sabtu, 20 Oktober 2012

Air Pedesaan

Air di Pedesaan. Bukan main air di pedesaan. Sejuk, dingin dan berbau alami. Berbeda dengan di kota, air serasa hangat, berbau kaporit, tidak sejuk lagi. Selain itu, Air di gunung dan desa dingin dan sejuknya serasa memasuki pori-pori tubuh saat mandi, sedang air di kota dinginnya tidak seperti itu. Beberapa menit lalu saya mandi di sumber air berjarak 1 km dari MIN Botteng ke arah selatan karena tampungan air di masjid kosong. Perasaan ingin mandi lama oleh kesejukannya. 

 Foto pancuran air dari bambu di atas adalah sumber mata air tempat saya mandi. Pembaca dapat melihat langsung pancuran ssumber air ini dengan pemandangan sangat alami. Pengamatan singkat saya, air ini keluar dari tumpukan batu gunung. Penduduk setempat Desa Botteng utara ini, masih lebih banyak yang mengambil air minum di tempat ini sekalipun telah ada sumur bor di rumahnya, atau air galon isi ulang Rp. 5.000. Mereka yakin dengan kebersihan dan kualitas air di sumber mata air itu karena keluar dari bebatuan padat.
@Botteng, 20/10/2012*Zulkifli......

SAKIT


Tak ada seorangpun yang hendak sakit. Itu karena sakit sangat jauh berbeda dengan sehat dalam banyak hal. Jika disuruh memilih di antara dua: sehat tidak punya uang atau banyak uang tapi sakit, pasti saya pilih sehat sekalipun tidak atau belum punya uang. Mengapa? Alasan saya, sekalipun tidak atau belum mempunyai uang, tapi badan masih banyak peluang mencari uang dan lainnya.

 Tentu, yang paling baik banyak harta dan sehat. Hanya saja, nikmat sehat yang mahal itu, tidak dirasakan kecuali bagi orang sakit. Saya ulangi, Nikmat sehat demikian mahal hanya dirasakan orang sakit. Artinya saat berbaring sakit, kepala pusing, perut sakit dll, kita baru teringat dan sadar sehat benar-benar penting. Silahkan tanya orang, teman dan tetangga yang telah lama berbaring sakit, pasti jawabannya sehat adalah harta termahal yang diinginkan. 

 Mungkin pembaca pernah mengalami sakit. Atau mengetahui teman dan tetangg sakit, bernazar, kalau saya sehat, saya akan melakukan ini dan itu, misalnya. Ada pula yang berjanji jika saya sehat saya akan beribadah rajin, menjadi hamba Allah swt yang baik dll. Namun, itu tadi, ketika sembuh, kadang janji dan nazarnya dilupakan. Maka berhati-hatilah terhadap sehat dan sakitmu. Upayakan sehatmu mengingatkan dan menyadarkan akan sakit yang sewaktu-waktu membelenggu sehingga tidak dapat beraktifitas. Dengan kesadaran seperti ini, pasti kita akan menghargai sehat. Kalaupun kita tidak mampu menyadari semua ini ketika sakit, suatu hari Tuhan akan mengirimkan sakit sehingga kita semakin sadar akan harga sehat yang mahal. Mulai tahun 1997 sampai tahun 2009 saya sakut ambeien. Alhamdulillah sekarang sudah pulih. Selama mengalami rasa sakit luar keinginan kepada sehat. Ke mana-mana cari obat, rumah sakit, tabib dll. Selain itu, berani berjanji dengan segala nazar andaikata sehat nantinya. Saya mengetahui dari hadis nabi saw pula bahwa sakit sebenarnya cara Tuhan menggugurkan dosa-dosa, selama kita menghadapinya dengan sabar dan tetap menjalani ketaatan kepada Allah. Pasti kita ingin dosa-dosa digugurkan, sekalipun secara jujur tidak ingin mengalami sakit. Selain itu, ternyata, di dalam sakit kita lebih menikmati ketenangan dan kebahagiaan menjalankan ibadah. Doa di kala sakit terasa lebih khusyu', lebih berisi, lebih dinikmati, meskipun sekali lagi kita tidak ingin mengalami sakit. Maka wajarlah, sakit dan sehat dipergilirkan karena hikmah dan kemaslahatan manusia sendiri. Pernah saya membayangkan, kalau saja seumur hidup sehat saja, tidak pernah sakit, pastilah kita dengan cepat melampaui batas-batas dan ketentuan Tuhan, alias lupa daratan. Begitulah yang menimpa Fir'aun menurut sebuah buku yang pernah saya baca, karena tidak pernah sakit dan tidak pernah mengalami kesusahan sampai akhirnya mengakui dirinya sebagai Tuhan. Nauzu billah min zalik. Mungkin kita tidak sejauh itu, misalnya merasa diri sebagai Tuhan, namun di dalam sehat dan di dalam kecukupan, terkadang menyepelekan Allah Swt dan menganggap enteng perintah-perintah-Nya. Karena kemampuan dan keampuhan sehat dan kelimpahan harta, terkadang seseorang terjerembab ke dalam kelalaian di hadapan Tuhan. Ini tentu, tidak berarti sakit saja atau miskin saja. Bukan. Bukan itu maksudnya. Yang kita ingin sadari bahwa rasa sakit memang lebih mampu mengantar kepada Tuhan dari pada sehat. Demikian pula rasa kekurangan lebih mampu mengantar diri kepada Tuhan. Yang saya tulis terakhir ini, insyallah tidak subyektif, tapi lebih mendekati obyektif. Jika tidak percaya, silahkan bandingkan sendiri pada saat pembaca mengalami sakit, susah, sempit dll, dan rasakan pula kala hidup sehat,longgar, dan berkecukupan. Silahkan bandingkan. Ok. Botteng, 17/10/2012//Zul......

Minggu, 14 Oktober 2012

JALAN RUHANI

Telah lama kita lewati perjalanan di dunia ini, rupa2 jalan, jenis jalan, luas dan sempit dll. Ada jalan yang membuat nyaman orang yang lalu lalang sebaliknya ada yang mengganggu pejalan. Pernahkah terpikir bahwa jiwa dan ruhani juga memiliki jalan lengkap dengan liku-likunya? Jiwa yang tak terlihat ini juga memiliki jenis jenis jalan yang menyebabkan urusan jadi lancar atau bahkan ada jalanan ruhani yang membuat urusan buntu atau macet sama sekali.

 Betul, seperti itulah jalan jalan ruhani. Hanya saja mungkin kita tidak pernah menyadari akan lika-liku perjalanan satu ini. Ada jalan ruhani yang indah, penuh kedamaian bertabur bunga di samping kiri kanan. Si pejalanpun dengan senang hati melalui jalanan tersebut. Adapula jalanan yang penuh onak dan duri, mengganggu orang yang berjalan. Bahkan ada yang terjatuh atau terjungkal saat melewati sebuah jalan. Perbedaan kedua jalanan tersebut, hanya dilihat dengan kasat mata dan satunya tidak terlihat. Namun fungsinya sama saja. Selain itu, perbedaan lain, jalanan di dunia ini memiliki nama seperti jalan melati, jalan mawar, jalan soekarno hatta dll. Nama nama jalanan itu, meskipun namanya indah terdengar, namun situasi dan kondisi jalanan itu belum tentu mewakili namanya. Sedangkan jalan jalan ruhani juga memiliki nama hanya saja dipastikan nama nama tersebut memiliki atau mewakili namanya. Misalnya, jalan ruhani tawadhu, jalan ruhani qanaah, jalan sabar, jalan syukur dll. Jalan tawadhu misalnya, pasti memiliki sifat rendah hati, jauh dari sikap angkuh dan sombong. Jika ada orang yang melewati jalan ruhani "tawadhu" tapi masih sambong dan tidak rendah diri, artinya bukan jalanannya bermasalah tetapi orang yang melintaslah yang bermasalah. Jalan jalan ruhani itu pasti dan sangat mempengaruhi bangunan mental.

 Dalam dunia tasauf, dikenal istilah "salik". Salik adalah pejalan dalam dunia ruhani. Biasanya, si salik akan menempuh tahap demi tahap dalam jenjang ruhani yang diistilahkan dengan "maqam dan hal". Siapa saja yang tidak mengenal jalan-jalan ruhani, sebenarnya ia tergolong buta di dunia. Allah swt berfirman: Bukan matanya yang buta akan tetapi hati mereka yang buta Firman Allah swt yang lain: Barangsiapa yang buta di sunia, maka di akhirat juga pasti buta bahkan lebih berat dari buta. Jenis buta yang dimaksud dua ayat tersebut di atas, pasti bukan buta fisik sejak lahir atau karena penyakit fisik yang dikenal dengan istilah tuna netra. Tetapi buta yang dimaksud adalah buta ruhani, pandangan ruhani dan kesadaran spiritualnya tidak berfungsi. Banyak orang hidup tetapi kesadaran ruhaninya mati. Al-qur'an menyebutnya laksana binatang bahkan lebih sesat dari binatang. Lafadz LAHUM A'YUNUN LA YUBSIRUNA BIHA WALAHUM AZANUN LA YAAMAUNA BIHA WALAHUM QULUBUN YAFQAHUNA BIHA (QS. Al-A'raf 179) maksudnya mereka memiliki mata tapi tetapi fungsi spiritualnya hilang, mempunyai mata tetapi fungsi spiritual mata tidak ada dan mereka memiliki akal dan pikiran namun sekali lagi fungsi spiritualnya hilang. Ayat terakhir di atas, tidak menerangkan bahwa mata, telinga dan akal pikiran mereka tidak berfungasi. Secara fisik material masih ada dan tetap berfungsi tetapi sisi ruhaninya tidak berfungsi lagi. Jika demikian, sebenarnya tidak ada lagi perbedaan dengan binatang yang hanya melihat benda tetapi tidak melihat esensi dan substansi benda, apalagi pencipta benda itu sendiri. Nauzu billah min zalik Ringkas kata, 

Jika pembaca tidak mengetahui dan tidak menyadari terdapat jalan-jalan ruhani, maka sebenarnya itulah makna buta. Sekali lagi buta. Mereka yang aktif dan giat melaksanakan perintah Tuhan, sanggup menanggung beratnya resiko dengan berkorban harta dan nyawa sekalipun, karena mengerti ada jalan-jalan ruhani. Demikian pula, seseorang sanggup meninggalkan larangan Tuhan sekalipun disukai selera dan nafsu, itu juga bukti bahwa mereka memahami jalan-jalan spiritual. Tanpa itu sepertinya absurd. Oleh karena itu rabahlah diri dan pribadi, kita mengetahui atau tidak, menyadari atau tidak menyadari jalan-jalan ruhani itu.//Botteng, 14/10/2012//Zul....... 

Sabtu, 06 Oktober 2012

TAFSIR SURAT AL-AN'AM AYAT 112-113: Mengapa Iblis dan Syaithon dicipta ?

Kala membaca al-Qur'an, saya bertemu dengan dua ayat ini, yakni ayat 112-113 surat Al-An'am. Dalam benak saya ayat ini merupakan jawaban kongkrit pertanyaan penting, seperti mengapa Tuhan menciptakan Syetan dari jin dan manusia kalau hanya untuk menggelincirkan manusia? Atau pertanyaan lain yang senada.

Saya sendiri, dalam hati pernah bertanya tanya; mengapa Tuhan mencipta iblis, syetan, jin kalau hanya untuk menyesatkan manusia? Demi mengamankan dunia dari genggaman kejahatan dan angkara murka, sebenarnya Tuhan sangat mampu mencegahnya dengan melenyapkan saja semua makhluk perayu, penggoda, penggelincir dan penyesat manusia. Dengan cara ini, pasti manusia hanya berjalan sesuai keinginan dan keridoan Tuhan saja. Namun ternyata tidak. Adahikmah dibalik semua ini dan rencana yang sangat bijaksana.

Nah menurut ayat 112-113 Al-An'am ini, Tuhan menghadirkan dan menjadikan untuk setiap nabi dan rasul makhluknya yang terdiri dari Iblis, syetan dan jin untuk maksud yang sangat bijaksana. Bisikan-bisikan kejahatan, permusuhan,fitnah dan kemaksiatan lainnya digembar gemborkan karena hendak menguji keaslian dari kepalsuan. Agak sulit mengetahui benar-benar beriman atau hanya dengan pengakuan beriman, tanpa alat uji.

Nah.... Alat uji itu adalah syetan, iblis dan jin itu. Coba simak dan renungkan ayat-ayat berikut ini:

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan".
(Al-an'am: 112-113)
Seseorang secara ikhtiyari memilih kebaikan dari sekian banyak kejahatan dan rayuan angkara murka, membuktikan bahwa dia secara sadar memilih jalan yang dikehendaki Islam. 
// Botteng,05/10/2012//Zul.......

MEMBANGKITKAN DAN MENGGIATKAN KEMBALI TKA/TPA DI KAB. MAMUJU DAN PEMBEBASAN BUTA AKSARA AL-QUR’AN

Ini adalah posting ketiga saya menyoal pembebasan buta aksara al-Qur’an di kab. Mamuju. Posting pertama: Mamuju Buta Aksara Al-Qur'an? Sedang posting keduaSertifikasi Guru Mengaji Al-Qur'an: Cara Profesional Membebaskan Buta Aksara Al-Qur'an di Kab Mamuju
Tulisan-tulisan tersebut, kalau bukan sumbangan pemikiran, paling tidak sebagai bahan renungan bagi pegiat Al-Qur’an. 

Secara umum kemampuan baca tulis al-Qur’an khusus siswa/i  dari SD, SMP dan SMA atau yang sederajat di Kabupaten Mamuju memang  lemah. Beberapa sekolah SMPN dan SMA Negeri tempat saya menguji dapat diketahui kesimpulan tersebut. Selain itu, juga diperkuat guru-guru Agama Islam sendiri yang mengajar di sekolah-sekolah formal. Sebagian guru agama Islam tersebut bahkan  bertanya  soal penanganannya, maksudnya barangkali teknis pembebasan buta aksara al-qur’an secara efektif dan efisien. Boleh jadi pertanyaan tersebut mengemuka atau pertanyaan sejenis muncul karena membayangkan betapa tidak mudah membebaskan buta aksara al-qur’an di sekolah dalam kondisi sebagai berikut:

1. Guru Pendidikan Agama Islam di sekolah hanya satu atau dua dengan jumlah 6 s/d 9 rombongan belajar. Sebagian sekolah jumlah siswanya banyak hingga mencapai 15  s/d  18 kelas atau rombongan belajar. Jumlah yang banyak tersebut ternyata masih lebih banyak yang membutuhkan  bimbingan secara intensif mengingat kemampuan mengaji sangat terbatas.
2. Kurikulum Pendidikan Agama Islam hanya 2 jam dalam sepekan, sementara muatan pelajaran agama lumayan banyak.
3. Lingkungan masyarakat yang mestinya menjadi mitra dalam pengembangan kemampuan baca al-Qur’an, ternyata bukan semakin meningkat. TKA/TPA atau kelompok-kelompok mengaji al-Qur’an sebenarnya memiliki sumbangan sangat berharga, peminatnya semakin melemah
4. Dengan problema sebagaimana point 1, 2, dan 3 di atas, ditambah atau mungkin diperparah lagi dengan minat dan keinginan belajar mengaji anak-anak umat Islam –termasuk orang tuanya- sangat rendah. Sudah menjadi rahasia umum kegandrungan anak-anak kita sekarang lebih banyak kepada selain belajar agama Islam, secara khusus belajar mengaji al-Qur’an.

Masih berderet sekian kendala-kendala yang dihadapi seorang guru agama Islam di sekolah, termasuk keaktifan, intensif atau tidak, ketersediaan alat dan bahan ajar, kemampuan guru sendiri dll. 

Di tengah kendala demi kendala tersebut di atas, maka keberadaan atau lebih tepatnya mengaktifkan dan menggiatkan kembali TKA/TPA di masjid-masji atau kelompok pengajian al-Qur’an harus dipikirkan dan dibahas kembali oleh para penentu kebijakan di Kabupaten mamuju. Ringkasnya, demi mendukung dan menyukseskan program pembebasan buta aksara al-Qur’an  di sekolah-sekolah formal, maka TKA/TPA harus dibangkitkan kembali, digiatkan kembali, disegar-segarkan kembali.  Inilah arti awal judul tulisan ini yaitu Reactivation TKA/TPA …….. dst. Dengan ungkpan lain, jika Pemerintah Kabupaten mamuju dan Kementerian Agama serius menuntaskan program ini, maka TKA/TPA serta kelompok-kelompok mengaji al-Qur’an di masyarakat mutlak harus diaktifkan kembali  atau mengembangkan yang telah ada. Dan, sudah jamak diketahui TKA/TPA binaan Kementerian Agama telah lama dan menyebar dari masjid ke masjid.  Mengapa? Jawabnya, ya  itu tadi, bahwa guru agama di sekolah-sekolah tidak akan mampu membebaskan buta aksara al-Qur’an secara mandiri dengan kendala-kendala seperti dikemukakan sebelumnya. Masyarakat secara umum mesti dilibatkan, karena tanggung jawab membebaskan buta aksara Al-Qur’an sebenarnya bukan murni tanggung jawab guru agama semata. 

Oleh karena itu, sangat wajar jika Pemerintah Kabupaten mamuju “melirik” kembali TKA/TPA dan kelompok-kelompok pengajian al-Qur’an. Syukur-syukur kalau “diberdayakan” kembali. He..he….he….. ini bukan proposal lho ya…..  Semoga//Botteng, 06/05/2012//Zul…………