Kali ini saya ingin menuliskan mengapa 'Guruku Matahatiku'. Mengapa bukan nama yang lain. Sebagian orang menganggap sepele nama seperti ungkapan 'apalah arti sebuah nama. Namun bagi saya nama adalah identitas yang menggambarkan sosok atau profil pemilik nama. Era modern, nama sangat mudah direkayasa, tergantung selera dan keinginan, sehingga orang modern tidak memiliki identitas dan sosok yang dapat dipegangi dan ditiru.
Adapun 'Guruku Matahatiku, meskipun belum memiliki identitas dan pribadi yang kokoh seperti namanya, paling tidak sudah menuju ke sana. Guruku Matahatiku sebenarnya dan seharusnya bukan dominasi pemilik blog ini, tetapi milik semua orang dengan harapan setiap orang mampu berpikir jernih yang berasal dari kebersihan dan kejujuran hati. Pembaca seperti penulis juga, mampu merekayasa pembicaraan, dengan gaya dan intonasi tertentu, tetapi kata hati tetap. Maksudnya hati tetap jujur sekalipun pemilik hatinya berbohong. Ini aneh tapi nyata.
Kita pasti memiliki pengalaman seperti itu. Pernah berbohong, merekayasa dan kata sejenis, tetapi hati kan tetap jujur. Jika ambisi dan keinginan seseorang memuncak, kata hati alias suara hati, sudah tidak dihiraukan. Padahal sembari melakukan yang bertentangan kata hati, hati tetap mampu berbicara dengan lantang bahwa si empunya benar atau salah. Namun tetap saja namanya ambisi sangat sulit dikendalikan.
Maka Guruku matahatiku menjadi renungan penjernihan diri dan pribadi. Guruku Matahatiku belajar berguru kepada hati bersih dan jujur, yang merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap detiknya. Guruku Matahatiku tidak mungkin menolak kebenaran dari manapun, karena kebenaran dan kejujuran adaah milik bersama. Itu interpretasi pertama.
Interpretasi kedua, Guruku Matahatiku dapat pula bermakna guru sebenarnya penjernih mata hati. Guru bukan saja mengajarkan ilmu dan pengetahuan tanpa ruh atau spirit yang ditransper. Guru jenis ini, setara dengan induk burung gagak mengajar anak-anaknya terbang, makan serta bagaimana melawan bahaya. Guru tidak cukup hanya dengan ketrampilan seperti itu. Guru sebenarnya agen spirit dan ruh kehidupan yang mampu mengembangkan, memeperkokoh dan membina sang murid. Maka Guru sebagai penjernih mata hati mampu menopang, membangun secara totalitas, bukan parsial yang hanya mengembangkan potensi jasad dengan menyepelekan ruhiyahnya.
Harapan Guruku matahatiku, mampu membangun kekuatan diri secara utuh. Belajar dan bekerja keras, berpikir jernih yang dipandu oleh hati yang suka menghadap Allah swt, paling tidak 5 kali sehari semalam.//Zul