Kamis, 15 Desember 2011

Hamba Tuhan atau Hamba Nafsu ?

Banyak orang hendak merdeka, ternyata terperangkap dalam perbudakan. Ketika seseorang ingin lepas kendali, ingin merdeka dengan cara memperturutkan keinginan hawa nafsu, maka sebenarnya ia sedang menelusuri jalan perbudakan. Semakin jauh melangkah, semakin jauh pula beban perbudakan yang dipikulnya. Seseorang menganggap mentaati Tuhan adalah ketidakbebasan, penuh kendali dan jauh dari kemerdekaan. Sayang sungguh sayang, orang yang berpegang pada pendirian ini, mengumbar hawa nafsu, tetapi tidak mampu melihat bahwa dirinya sebenarnya dikendalikan atau diperbudak hawa dan nafsu. Maka, hati-hatilah melangkah mencari kemerdekaan, karena perbudakan dan kemerdekaan sangat tipis perbedaannya. Sampai-sampai sebagian orang menganggap kemerdekaan sebagai perbudakan atau sebaliknya perbudakan sebagai kemerdekaan.

Coba sekarang kita bandingkan, jika menjadi budak Tuhan, menghamba pada Allah, ia berusaha memperturutkan dan mentaati aturan Tuhan, merasa terikat dengan Tuhan, sehingga putaran hidupnya semata-mata hanya untuk Tuhan saja. Golongan ini, fokus penghambaannya hanya pada satu arah, vertikal, hanya untuk Tuhan sehingga ia berusaha menjauhi ajakan dan keinginan sejuta jenis keinginan hawa nafsu. Sebaliknya, seseorang ingin lepas kendali dari Tuhan, ingin bebas dari aturan-aturan Tuhan, kemudian memperturutkan semua keinginan dirinya dipandu oleh seluruh godaan hawa nafsunya.

Nah, siapakah diantara dua golongan tersebut yang lebih berpeluang mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan yang disauh dari merdeka tapi budak atau budak tapi merdeka? Fakta mengajarkan dan telah dipraktekkan ribuan tahun bahwa dikendalikan oleh satu penguasa atau satu aturan alias aturan satu Tuhan lebih berpeluang berbahagia daripada dikendalikan oleh banyak kepentingan alias tuhan-tuhan yang selalu diikuti, yang harus dipenuhi keinginanny. Logika sederhanya dan pasti diterima oleh akal sehat,bahwa seorang budak pasti lebih berpeluang bahagia diatur dan dikendalikan oleh satu aturan daripada dikendalikan oleh sekian banyak keinginan-keinginan. Sebenarnya alur perbandingan berpikir seperti ini, terdapat dalam al-Qur'an, yaitu surat Az-Zumar ayat 29:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً رَّجُلاً فِيهِ شُرَكَاء مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلاً سَلَماً لِّرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلاً الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ ٢٩ 
Artinya:
"Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui".

Keduanya pasti tidak sama. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, menulis bahwa seorang musyrik (orang yang menyekutukan Allah swt)di samping menyembah Allah juga menyembah selain Allah, tidak akan sama dengan seorang mukmin yang murni hanya menyembah kepada Allah swt.(Lihat Tafsir Ibnu Katsir ayat 29 Az-Zumar) Orang musyrik saja nyata-nyata masih menyembah Allah namun juga menyembah selain Allah masih berbeda dengan seorang mukimn yang mukhlis, Apatah lagi yang benar-benar atau bandingkan dengan seseorang yang benar-benar tidak mau diatur oleh Tuhan, alias tidak menyembah kepada Tuhan.

Hamba Tuhan pengertiannya berusaha menjadi pengabdi, penyembanh Tuhan secara mukhlis, niat benar mencariri ridho Allah dalam tekad dan perilaku. Adapun hamba nafsu adalah simpulan dari penghambaan diri terhadap selain Allah swt, yang rinciannya dapat berbentuk keinginan syahwat, nafsu, uang, jabatan, pakaian dll.

Sungguh benar dan rasional perumpamaan Tuhan, Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Maka, sekali lagi hati-hati mencari kebebasan sehingga tidak terjebak ke dalam perbudakan nafsu diri sendiri.//Zul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar