Jumat, 23 Desember 2011

Omong Kosong Dalam Pendidikan

 Keteladan bukan bicara dan diskusi
Omong kosong dapat disamakan tidak bicara, dapat pula berarti bicara tetapi tidak berisi, tidak bernilai. Lebih baik kosong omong dari pada omong kosong, jangan dibalik, lebih baik omong kosong dari pada kosong omong.Pengertian pertama lebih baik daripada pengertian kedua. Tidak bicara berarti tidak mengeluarkan perkataan, atau no comment istilah yang umum. Sedangkan berbicara tapi tidak berisi, tidak memiliki nilai, adalah pembicaraan yang menyita energi tetapi tidak menghasilkan sesuatu, bahkan dapat merugikan si pembicara. Pengertian kedua inilah yang hendak disorot kaitannya dengan pendidikan melalui tulisan kali ini. 


Banyak orang tua, termasuk guru-guru, para da'i dan muballig juga aparat pemerintahan membuang energi terlalu besar dengan cara ini. Mereka yakin petuah dan ceramah atau kata yang sejenis, dapat mengubah perilaku anak dalam rumah tangga, siswa di sekolah, karyawan di dalam sebuah perusahaan. Pada tahap awal mungkin menuai hasil, namun tahap selanjutnya dapat berubah menjadi cemoohan dan tertawaan. Nasihat lisan, memang memiliki pengaruh kuat, menambah informasi, paling tidak, tetapi tanpa diiringi contoh dan teladan, inilah yang dimaksudkan dengan omong kosong.

Dalam bingkai ini, kita saksikan betapa banyak orang yang melakukan omong kosong. Mulai dari orang tua, guru, bos, direktur, kepala bagian dst............. Lebih parah lagi, kesalahan ini selalu berulang karena tidak ingin belajar dan menambah ilmu dan metodologi alias tidak tahu, atau sudah tahu tetapi tidak mampu mencontohkan omongannya. Ia mampu berbicara, memutar kata,membolak-balik kata demi kata, tetapi prilakunya sama sekali tidak mencerminkan pembicaraannya. Mencontohkan yang diomongkan inilah sebenarnya ruh dalam dunia ajar-mengajar. Dan ini pulalah yang menjadikan kesuksesan besar nabi Muhammad saw, dalam menjalankan missi dakwah.

Penelusuran penulis tentang sabda-sabda nabi saw, yang telah dibukukan menjadi kumpulan-kumpulan hadis, ceramah dan pidato yang disampaikan beliau pendek-pendek. Tidak seperti sekarang ceramah dan pidato panjang-panjang sampai yang membosankan. Lebih agung lagi, ceramah atau omongan asyraful ambiya' ini, tidak dalam bentuk teks-teks pidato yang panjang, ia hanya rekaman pembicaraan sehari-hari layaknya teman di hadapan sesama teman. Meskipun hanya rekaman pembicaraan sehari-hari, namun unggul dan menghasilkan perubahan cemerlang, karena contoh dan teladan mengiringinya. Bahkan, sebagian perbuatan nabi saw, mendahului pembicaraannya. Inilah yang layak disebut pencerahan. Berbeda dengan kita sekarang, pasti lebih dahulu pembicaraan dari pada perbuatan, bahkan kita berani berbicara saja, dengan mengabaikan dan melanggar isi pembicaraan. Maka kegagalan demi kegagalan senantiasa menyertai teknik dan metologi pendidikan, termasuk secara khusus pendidikan Islam. Kuncinya, berbicara melalui perbuatan (lisan al-hal) jauh lebih efektif dari pada pembicaraan saja. 

Semoga lembaga pendidikan dan pelatihan guru atau pelatihan lain yang sejenis, menyadari ini, agar dengan cara ini pendidikan membuahkan hasil, sekaligus mengurangi pemborosan energi dan materi dalam dunia kependidikan di negara tercinta ini//Zul

2 komentar:

  1. betul............. pendidikan tidak cukup dengan teori saja

    BalasHapus
  2. meskipun demikian, teori tetap dibutuhkan bagi pemula dalam pembelajan, tetapi selanjutnya harus disertai dengan praktek

    BalasHapus