Selasa, 10 Januari 2012

Hati Adalah Cermin

Hati adalah cermin dalam tulisan ini bermakna jika seseorang melihat keburukan dan kejahatan orang lain, itu artinya pemilik hati tersebut buruk. Belum tentu orang yang terlihat buruk benar-benar buruk, sementara yang melihat telah terindikasi keburukan. Bila hati sudah buruk, ia akan menampilkan bayangan keburukan demi keburukan. Dengan ungkapan lain, jika sering melihat kejelekan orang lain, artinya hati kita jelek. Mengapa? Itu karena hati adalah cermin. Maka semakin buruk dan semakin jahat hati seseorang, ia akan melihat, mendengar, memperhatikan dan suka menyebarkan kebururkan dan kejahatan. Sebaliknya, semakin baik dan semakin bersih hati, maka ia akan memperhatikan, mengamati, mendengar-dengarkan dan menyebarkan kebaikan demi kebaikan. 

Aneh tapi nyata, kita sering tidak menyadari ini. Umumnya terjadi, jika tetangga atau teman tampak kejahatannya, maka itu artinya teman atau tetangga kita buruk sedangkan kita tidak seburuk itu. Padahal cermin hanya memantulkan benda yang ada di hadapannya. Mungkin agak rumit memahaminya. Saya buat contoh sehari-hari, jika 'melihat' teman di kantor korupsi, maka kemampuan melihat itu sebenarnya bayangan dari sifat korupsi teman tadi yang tampak dalam cermin hati kita. Itu artinya dalam diri terdapat korupsi juga. Kemampuan melihat itu, apalagi sampai menuduh-nuduh, menuntut-nuntut, menyebarluaskan keburukan teman, maka itu sebenarnya mengandung arti kitapun sebenarnya seperti itu pula. Namanya cermin, pasti memantulkan benda persis yang tampak di depan cermin. Hanya saja korupsi, kejahatan dan keburukan diri sendiri dalam bentuk lain. 

Contoh di atas termasuk samar sehingga tidak mudah merasakannya. Tingkatan yang lebih parah yang mudah deteksinya antara lain, jika di dalam  hati marah karena teman korupsi, mendapatkan banyak uang dengan tenaga minimal lalu kita marah dengan menuduh, menyebar dan mencela prilaku korupsinya. Sementara diri 'cemburu' dan marah kenapa bukan saya, hati berbisik: saya juga mau.  Jika demikian halnya, itu artinya nilai kejahatan dan keburukan kita sama bobotnya dengan keburukan yang dilakukan si koruptor tadi. Hanya kita keduluan saja, atau keuntungan korupsinya lebih besar daripada keuntungan korupsi sendiri.

Urusan kebaikan juga sama. Jika melihat kebaikan teman berarti dalam hati kita terdapat kebaikan. Semakin tinggi dan peka diri melihat dan membahas kebaikan teman, setinggi itu pula kebaikan yang tersimpan dalam hati. Mengapa, Ya itu tadi, hati adalah cermin. 

Maka, mulai sekarang coba amati dan rasakan cermin hati kita  masing-masing. Coba amati kepekaan yang timbul dalam hati, apakah peka terhadap kebaikan dan kebenaran atau peka terhadap keburukan dan kejahatan orang lain. Kepekaan-kepekaan tersebut ibaratnya seperti bayangan benda yang muncul dipermukaan cermin hati kita. Orang yang benar-benar baik, pasti sangat sulit melihat dan menemukan kejahatan teman, karena cermin hatinya bersih. Sebaliknya, orang yang benar-benar buruk, pasti sulit menemukan kebaikan dalam diri teman,  itu terjadi karena permukaan cermin hatinya penuh dengan noda dan kotoran.Dengan redaksi agak berbeda, jika diri sulit menemukan kebaikan teman, berhati-hatilah, karena di dalam hati pasti banyak kotoran demi kotoran,sebaliknya, jika diri sulit menemukan kejahatan dalam diri teman, itu artinya di dalam diri berlimpah kebaikan di atas permukaan cermin hati.Semoga cermin hati kita bersih.//Zul


Tidak ada komentar:

Posting Komentar