Rabu, 04 Januari 2012

Hati Yang Rusak

Hati rusak, ya memang ada hati yang rusak. Hati yang rusak adalah hati yang sulit menghadap kepada Allah swt. Pemilik hati ini senantiasa liar ketika berhadapan perintah allah swt. Bahkan sekalipun secara fisik kelihatan khusyu', tidak jarang hatinya sangat liar. Banyak contoh yang mewakili hati liar ini seperti tidak merasakan kesejukan bacaan shalat, tidak menghayati ibadah yang sedang dilakukan, tidak ada rasa ta'jub dan ta'zim kepada Allah saat menghadap kepada-Nya. 

Zaman sekarang berbeda dengan zaman Nabi saw. Mereka para sahabat terbaik, lebih mengutamakan dan lebih tegak dengan suara hati yang jujur sekalipun babak belur fisik dan penampilannya. Sekarang terbalik, biar rohaninya penjahat dan penipu ulung, yang penting penampilannya meyakinkan. Biar ucapan kedengaran baik  itu nomor satu, urusan hati dan niat urusan nomor 20. Yang penting penampilan. Akibat dari prinsip hidup seperti ini, akhirnya diam-diam kita terjerembab ke dalam kemunafikan dalam wilayah keberagamaan. Akhirnya semua ibadah yang dikerjakan kehilangan sisi internalnya, spiritnya sebagai ruh ibadah.

Urusan hati bukan urusan sederhana. Ia sangat berkaitan dengan keberimanan, kekufuran dan kemunafikan, meski tidak terdapat perubahan pada penampilan. Bagi mereka yang menginginkan kemuliaan beragama pasti lebih memperhatikan gerak-gerik hati dibanding style dan penampilan, sekalipun ini tidak berarti tidak mau tampil secara baik dan indah. Mengapa demikian ? Itu karena benar-benar hati merupakan pusat penilaian Allah swt. Maka marilah menjaga hati agar tidak liar, lebih memperhatikan suara hati yang jujur, dan berusaha lebih membina hati demi meraih kemuliaan di sisi Allah.

Yang paling hebat dan mengherankan tapi nyata sekaligus, ternyata pemilik hati yang jujur sangat mengerti jika dirinya terjatuh ke dalam perbuatan yang merusak diri dan hati. Hatinya mengerti dan memahami bahwa dirinya sedang dilanda penyakit, namun kemampuan dan kemauan memperbaiki, lemah dibandingkan ambisi  syahwat yang merusak. Maka benarlah bahwa memperbaiki hati tidak cukup dengan kata, tetapi dengan tindakan yang berangkat dari hati. Sekali lagi berangkat dari hati. Itu karena hati tidak dapat berbohong sedangkan ucapan dan tindakan masih sering berbohong. Perbaikan diri dengan mengandalkan kata sama saja dengan berusaha menjadi sukses dengan merangkai kata-kata indah tanpa tindakan yang serius.//Zul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar