Pagi hari ini, Selasa
(11/08/2012) sesudah shubuh di Masjid, saya coba membaca kitab ringkasan Ihya' Ulumiddin
"MAUIZATULMUKMININ Min IHYA ULUMIDDIN, tulisan Syaikh Muhammad
Jamaluddin Al-Qasimi, setelah sekian lama tidak pernah menyentuhnya. Dan coba saya share dengan teman-teman, siapa tahu di sana ditemukan terapi bagi hati yang galau, atau perkara ini masih samar.
Biasanya, saat jiwa gersang, saya sendiri menelaah kitab ini meskipun di sela waktu senggang.
Membaca kitab ini, bukan karena kagum akan kandungan tasaufnya, bukan pula karena kehebatan uraian yang filosofis semata, tetapi saya mencari pelepas dahaga dan pemuas jiwa dalam era dunia semakin canggih ini. Era yang benar-benar telah menawarkan berbagai fasilitas material yang serba wah dan praktis, namun tidak memiliki saham spiritualitas yang merupakan kebutuhan asasi manusia modern. Contoh sederhana, hari ini, tidak bisa tidak, kita butuh hp, rice cooker, kulkas, setrika, mobil, pesawat dll yang tidak disebut satu persatu di sini. Betapa kesulitan demi kesulitan yang dihadapi tanpa alat-alat canggih itu semua, terutama yang telah memiliki ketegantungan kepada hasil teknologi canggih.
Tetapi sesungguhnya, umat manusia dua
kali atau bahkan berlipat-lipat kebutuhannya kepada hikmah dan kearifan
spiritualitas. Jika tidak berimbang, maksudnya antara kebutuhan materi
dan kebutuhan ruhani, manusia modern akan oleng. Manusia modern hanya
mampu dan bangga dengan fasilitas modern materialistis, tapi jiwa kosong
dari petunjuk hidup. Penampilannya hebat, trendy, diagungkan, tapi hati
dan jiwa kering, jiwanya kering dan resah. Mereka mencari bahagia ke
segala arah, tapi tak kunjung ditemukan, karena kebutuhan jiwa tidak
terdapat dalam tumpukan materi, bukan pada uang berlipat-lipat, jabatan
yang disanjung, kemasyhuran yang membanggakan. Sekali lagi,
kebutuhan jiwa tidak terletak di dalam itu semua. Andaikata hati dan
jiwa cukup terpuaskan dengan tumpukan materi, Allah swt tidak perlu
mengutus rasul dan tidak perlu menurunkan wahyu.
Agar tidak panjang lebar pengantarnya, akan saya terjemahkan secara bebas sebagian dari isi kitab yang dimaksud di atas. Ok:
Pejelasan tentang kesalahan menyangka berharap padahal angan-angan. Sedikit info bahwa perbedaan antara berharap (raja') dan angan- angan (tamanni) dalam penggunaannya. Raja' adalah harapan yang secara rasional mungkin tercapai, sedangkan tamanni adalah harapan yang secara logis tidak mungkin tercapai. Misalnya, seseorang berharap mempunyai anak tetapi tidak menikah, itu mustahil terjadi. Inilah yang disebut tamanni. Sebaliknya, mengharap mempunyai anak lalu berusaha menikah atau telah menikah, inilah yang disebut Raja' (harapan).
Agar tidak panjang lebar pengantarnya, akan saya terjemahkan secara bebas sebagian dari isi kitab yang dimaksud di atas. Ok:
Pejelasan tentang kesalahan menyangka berharap padahal angan-angan. Sedikit info bahwa perbedaan antara berharap (raja') dan angan- angan (tamanni) dalam penggunaannya. Raja' adalah harapan yang secara rasional mungkin tercapai, sedangkan tamanni adalah harapan yang secara logis tidak mungkin tercapai. Misalnya, seseorang berharap mempunyai anak tetapi tidak menikah, itu mustahil terjadi. Inilah yang disebut tamanni. Sebaliknya, mengharap mempunyai anak lalu berusaha menikah atau telah menikah, inilah yang disebut Raja' (harapan).
Nah..... jika ada pertanyaan, di mana letak kesalahan ucapan pendosa dan suka bermaksiyat, bahwa ia kan tetap berharap ampunan dan permaafan dari Allah, karena Allah Maha pengampun. Apalagi Nabi saw bersabda bahwa Allah telah berfirman: "Aku adalah sebagaimana persangkaan hambaku kepadaku"?
Menjawab pertanyaah di atas, nabi saw memberi penjelasan seperti sabdanya:
"Orang yang cerdas adalah yang mengevaluasi/menginstrospeksi
diri dan beramal untuk bekal setelah mati. Sedangkan orang bodoh (ahmaq)
adalah orang yang mengikuti hawa nafsu lalu berangan-angan (tamanni)
memperoleh ampunan dari Allah".
Sungguh jauh perbedaan di antara raja' dan tamanni,tetapi bagi yang terbatas pemahamannya akan mempersamakan keduanya.
Hadis nabi saw di atas, menerangkan angan-angan (tamanni) di hadapan Allah swt yang disulap oleh setan seakan-akan berharap (raja') dalam rangka menipu orang yang terbatas ilmunya (bodoh). Adapun berharap (raja') atau berharap diterangkan Allah dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan mereka berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat (kasih sayang) Allah". (Al-Baqarah: 218)
Maksudnya, bahwa berharap atau raja' lebih layak dan pantas bagi mereka.
Sebagai penjelasan logis dan sederhana perumpamaan di bawah ini, mari kita renungkan. Jika seseorang menyuruh memperbaiki bejana dengan imbalan upah tertentu. Sementara orang yang memberi syarat tadi seorang yang terkenal dermawan, baik hati, tidak pernah mengingkari janji. Bahkan terkadang melebihkan upah sebagai bukti pemurahnya. Tiba-tiba yang bekerja tadi datang meminta upah sedang bejana yang mestinya diperbaiki justru dipecahkan dan dirusak. Setelah itu menghadap dengan iba meminta upah karena yakin dengan kepemurahan dan belas kasih bos yang menyuruhnya. Apakah orang berakal mengira perbuatan si pekerja tadi berharap (raja') atau angan-angan (tamanni) ? Pasti kita sepakat, perbuatan si pekerja adalah angan-angan belaka, yang tidak mungkin memperoleh upah dan belas kasih tuannya.
Ringkasnya, siapa saja yang
mengharapkan sesuatu, pasti ia mengejarnya. Sebaliknya, siapa saja yang
takut terhadap sesuatu, pasti ia menjauh. Demikian pula, siapa
yang mengharap rahmat Allah, sedang ia tidak melakukan kebajikan dan
tidak meninggalkan perbuatan maksiyat, inilah yang disebut angan-angan (taamanni). Demikian tulis Imam Al-Gazali.
Sekalipun kitab ini
menjadi perdebatan dan diskusi sebagian Ulama tentang keabsahan sebagian
isinya, terutama status hadis-hadis yang digunakan, namun saya merasakan
setiap menelaah kitab ini tetap berdecak kagum akan untaian hikmah yang
berserakan di lembar demi lembar. Sebagian pencari ilmu, menulis
bahwa kitab Imam Al-Gazali ini, adalah kitab Tasauf, tetapi isinya juga
sangat filosofis. entahlah mana yang lebih menonjol, itu urusan orang khusus mendalaminya.
Disadur dari Mauizatul Mukminin, bab tercelanya
tertipu.//Zul...Botteng, Kamis 13/09/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar