Kalau pernah berpikir bahwa
seluruh apa yang ada dalam dirimu dan genggamanmu adalah milikmu, berhentilah
sekarang mengakui itu. Saya sebelumnya berpikir seperti itu juga,
ternyata salah besar. Anda tidak percaya, silahkan renungkan berikut
ini. Saat kehidupan didera problem berat, hati bergoncang keras, tidak
tenang, galau, sedih, marah, benci dll.
Seharusnya dengan logika
kepemilikanmu, dapat mengelola perasaan dan logika demi menghindari
keterjepitan oleh problem. Anda seharusnya mampu memenej jiwa dan
hatimu, ke arah keinginan anda, selera, dan keinginanmu. Tapi, ternyata
tidak. Hatimu dan kebebasannya, senantiasa bergerak entah ke mana tapi
pasti jujur. Secara obyektif hatimu terus bergerilya sekalipun pemilik
hati mengalami stres demi stres karena pengembaraannya yang obyektif.
Mungkin coba engkau berusaha mengendalikannya sesaat, tetapi hati akan
kembali pada keadaan obyektifnya. Demikian pula, duka hati dan galaunya
jiwa tidak selesai dengan kata, karena suara hati lebih tinggi daya
nalarnya daripada ucapanmu.
Oleh karena itu, jika engkau ingin
berbahagia, hendaklah engkau mengikuti suara hatimu. Jika tidak, engkau
akan terjepit oleh kejujurannya, engkau akan dibuat sedih, susah, galau
oleh dorongan kebenaran yang menyabik-nyabik perasaan dan pribadimu.
Dan, tidak mungkin engkau melawannya, apalagi menghancurkannya. Karena
menghancurkannya sama saja menghancur dirimu juga. Mungkin nasihat ini
belum masuk dalam kesadaranmu.tetapi fakta dan pengalaman hidup akan memaksa engkau mengakui bisikan jujurnya.
Sudah banyak orang yang merasakan hancur hidupnya karena membantah dan melawan suara hati. Bahkan sebagian mereka sudah tidak mampu bangkit kembali meraih kesadaran hatinya yang bening, dan berujung dengan ketidakberdayaan serta tenggelam dalam lautan penyesalan. Seperti kata pepatah, sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna alias kehancuran.
Kesimpulannya, itu tadi, bahwa HATIMU BUKAN MILIKMU, tapi HATIMULAH yang "MEMILIKI" dirimu.//Zul...
Sudah banyak orang yang merasakan hancur hidupnya karena membantah dan melawan suara hati. Bahkan sebagian mereka sudah tidak mampu bangkit kembali meraih kesadaran hatinya yang bening, dan berujung dengan ketidakberdayaan serta tenggelam dalam lautan penyesalan. Seperti kata pepatah, sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna alias kehancuran.
Kesimpulannya, itu tadi, bahwa HATIMU BUKAN MILIKMU, tapi HATIMULAH yang "MEMILIKI" dirimu.//Zul...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar